Saat isu mental health mulai digaungkan dan kata-kata self love serta you are enough bertebaran saya pusing KARENA MAKSUDNYA APA? Apa itu self love? Gimana caranya merasa cukup? Struggling banget kan sama dua hal ini?
Setelah pergulatan batin bertahun-tahun, quarter life crisis, punya anak dan adaptasi jadi ibu, saya baru paham oh ini maksudnya self love, oh ini maksudnya you are enough.
Ketika kamu menomorsatukan dirimu dulu bahkan sebelum anakmu. Ketika kamu paham pada berbagai emosi yang datang dan pergi. Ketika kamu menyadari bahwa semua perasaanmu valid dan boleh dirasakan.
Ketika sukses itu adalah bangga pada pencapaian diri sendiri dan tak lagi membandingkan hidup dengan orang lain, baik ke atas maupun ke bawah. Ketika merasa cukup berarti fokus pada apa yang sudah kamu miliki dan tidak terus menerus mengejar apa yang tidak kamu miliki.
SUSAH SETENGAH MATI, BUKAANNNN?
Karena sejak kecil, kita diajari sukses itu kalau sudah punya atau sudah bisa A, B, dan C. Kita terbiasa bahwa salah itu bisa bikin marah.
Kita jadi bingung, gagal itu boleh nggak sih? Karena tak terbiasa dipuji, kita jadi tidak tahu, apa boleh bangga pada pencapaian diri?
Nggak heran kan, bagi generasi kita, self love itu susah sekali rasanya.
Maka dengan demikian saya bertekad kalau Bebe harus paham konsep self-love dan you are enough ini sejak kecil. Sayang diri sendiri itu harus, emosi itu harus dipahami, bangga pada diri sendiri itu boleh, dan sukses adalah masalah proses.
Gimana caranya? Nggak susah kok, cuma perlu terbiasa aja.
Yang pertama tentang sayang pada diri sendiri. Sering ya kita tanya anak:
“Sayang ibu, nggak?” atau “paling sayang sama siapa?”
Tambahkan sayang diri sendiri!
“I love ibu, I love appa, and I love myself”
Beri tahu anak, konsep sayang pada diri sendiri bisa berupa senang bermain, boleh menangis kalau sedih, makan sehat, mandi yang bersih, dan berbagai cara rawat tubuh lain.
Saya terpikir hal ini karena tahun lalu, Bebe yang abru umur 5 tahun itu bilang “i don’t like my cheek, look, it’s too big”. PATAH HATI KAN.
Dia conscious sama pipi karena kalau ketemu orang yang dikomen adalah pipi. Pipinya pasti dibilang “gemes banget pipinya” sementara bagi dia pipi gemes adalah untuk bayi, kesel lah dia.
Cuma anak 5 tahun harus self-conscious itu kan … KASIHAN BANGET! Maka sejak itu saya selalu bilang harus sayang sama diri sendiri, nggak usah peduliin apa kata orang lain. Puji-puji juga bagian tubuh lainnya.
IYESSS AKU PERCAYA KALIMAT YANG KITA PAKAI ITU NGARUH BANGET! Apalagi untuk pujian.
Ganti:
“Kakak itu jago banget naik sepedanya”
“Tulisanmu bagus ya! Pintar sekali!”
Dengan:
“Kakak itu jago banget naik sepedanya, pasti karena sering berlatih”
“Tulisanmu bagus ya! Pasti karena rajin belajar!”
Tekankan proses, bukan hasil. Basi banget ya tapi bener kok. Puji prosesnya biar nggak glorifikasi kesuksesan. Biar kalau suatu hari dia liat orang yang dianggap sukses tuh yang dipikirin pertama kali gimana ya kerja kerasnya?
Iya sih ada unsur privilege tapi sudahlah tentang privilege ini dibahas lain kali, ya? Btw ini ada video yang bisa dengan mudah dipahami tentang privilege, Bebe nonton ini dan ngangguk-ngangguk katanya “oke aku sekolah” T______T
Lalu tentang salah. Salah itu boleh, salah itu belajar agar tidak salah lagi, kalau masih salah lagi ya sudah namanya juga manusia? Salah, tidak perlu harus selalu diulang sekarang juga sampai benar. Beri kesempatan anak untuk meresapi kesalahan.
Ini cobaan kesabaran ya Tuhan. Misal lagi ngerjain PR ya, kalau ada yang salah saya MAUNYA tuh langsung tunjuk “itu ada yang salah” tapi takut demot dong yah. Jadi biasanya saya diem dulu aja. Nanti setelah selesai Bebe akan bilang “ibu, inspect” INSPECT DIA BAHASANYA.
Kalau ada yang salah, MAUNYA tuh ya saya hapus terus ulang tapi dalam rangka memberi dia kemerdekaan memilih dan belajar dari kesalahan, saya biasanya bilang “ini ada yang salah 2, cek lagi” atau “itu hurufnya ada yang salah deh, kamu yakin udah bener?”
Kalau dia lagi mood ya lancar dong diperiksa lagi dan hapus lalu ulang. Kalau nggak mood? YA MARAH.
Tapi biar. Marah dulu aja, dibetulinnya kan bisa besok lagi. Yang penting dia udah sadar dulu kalau salah.
Pun, nggak perlu ulang-ulang ngomelin salah anak yang sudah lewat. Ya gitulah pokoknya, nangkep kan HAHAHA KOK MALES JELASIN GINI LOL.
Terakhir, boleh lho, bangga sama diri sendiri, dengan pencapaian pribadi. Proses kan harus dihargai. Ini yang susaahhh banget bagi orang-orang kaya saya yang selalu nuntut diri sendiri untuk perfect.
(Baca deh: Being Too Hard on Myself)
Saya selalu bilang:
“I’m so proud of you, you should be proud of yourself too!”
Sekarang ketika ia berhasil melakukan sesuatu ia bilang:
“Ibu, I’m so proud of myself!”
HUHU BANGGA.
Tapi gimana dong, jangan-jangan nanti anak malah jadi besar kepala?
Nah iya emang PR nya banyak banget siapa bilang sih jadi ortu tuh tinggal ngasih makan doang? KAN NGGAK ADA YANG BILANG GITU.
Ajari anak, bukan hanya menerima kekalahan tapi juga ajari cara baik menerima kemenangan.
Untuk tidak mempermalukan orang lain. Untuk tidak merasa paling benar atau pintar.
Pencapaian dan kesuksesan orang tak mesti selalu sama. Bahwa setiap manusia berbeda dan beda itu tidak apa-apa.
Biarkan ia mempertanyakan segala hal. DAN DIJAWAB DONG KALAU TANYA. Kalau nggak tau jawabannya ya PR aja buat ayah ibunya untuk belajar sama-sama.
Jangan lupa validasi emosi.
Agar nanti ia tak perlu belajar sendiri bahwa emosi harus dikenali. Agar paham bahwa menangis itu boleh, merasa ingin sendiri itu tidak apa-apa, bahwa marah dengan aman itu tak merusak barang apalagi menyakiti orang lain dan diri sendiri.
Daftar pelajaran self love ini pasti akan bertambah juga seiring usia anak. Karena tiap tahapan usia pasti beda tantangannya kan. Yang penting dari basic dulu deh. Kalau belajar dari umur 4-5 tahun gitu strugglenya pasti beda kan sama kita yang baru belajar umur 25 yakaannn.
Susah nggak? Pada praktiknya nggak sesusah itu. Mungkin karena saya udah punya juga blueprint dalam membesarkan anak, bisa dibaca di sini: MEMAHAMI ANAK.
Ya udah gitu aja semoga bermanfaat yaaa! Semoga anak-anak kita tumbuh lebih mencintai dirinya sendiri. Aamiin!
-ast-