Pernah denger vow renewal?
Vow renewal adalah salah satu cara untuk mengingatkan kita tentang janji pernikahan (LITERALLY LOL). Iya bukan budaya Timur, meski entah Timur mana yang kalian maksud karena Jepang, Korea, China, Hong Kong, dkk kan yang Asia Timur, kita mah Asia Tenggara HAHAHA.
Vow renewal biasanya dilakukan dengan ceremony lagi, semacam nikah lagi gitu. Tujuannya untuk mengingatkan kembali komitmen, merayakan jatuh bangun keluarga yang sudah dilalui bersama, dan yaaa bebas aja sih mau merayakan apa. Yang jelas merayakan kebersamaan.
Apa amanat yang bisa diambil dari cerita vow renewal itu? *macam pertanyaan soal esai saat SD*
Yes, tentang mengevaluasi pernikahan. Dirayakan atau tidak dirayakan sih bebas aja tergantung masing-masing ya.
Pernahkah kalian mengevaluasi pernikahan?
Ada teman saya yang melakukannya setiap tahun, jadi setiap anniversary pernikahan, mereka membuat list apa yang sudah terjadi tahun ini, sebelah mana harus diperbaiki, juga bikin janji baru untuk jadi manusia dan pasangan yang lebih baik.
Tapi karena saya dan JG payah banget dalam hal ritual, tidak peduli pada ulang tahun dan anniversary, kami tidak mungkin melakukan itu karena ditanya nikah tanggal berapa aja suka lupa-lupa terus hahahaha. Boro-boro merayakan deh.
Akhirnya kami melakukannya kapan saja. Tidak pakai janjian “ayo kita evaluasi” gitu karena duh jadinya serius banget dan malah jadi males biasanya. Bingung sendiri gitu bahas apa ya?
TAPI kami selalu menyempatkan diri untuk membahas hal-hal tersebut KETIKA INGAT.
Misal nih, ada orang nanya JG kenapa tulisan saya selalu penuh kemarahan? Apa punya dendam masa lalu yang belum termaafkan? (inner child cenah bahasa masa kininya mah)
Abis itu JG jadi bilang “Iya kamu kok suka marah-marah sih, aku sedih banget loh kalau kamu marah”.
TINGTONG. Ini dia waktunya evaluasi.
Apa iya saya sering marah ke JG? Gimana marahnya? Apa penyebabnya? Kapan terakhir kali marah?
Setelah dirunut satu-satu, dingat-ingat detail kapan terakhir kali marah, apa penyebabnya, ternyata saya nggak sesering itu marah hahahaha. Bahkan bisa berbulan-bulan tidak marah atau berantem sama sekali.
Jadinya kalau berantem atau marah, sedihnya lebay. Jadi terpatri dalam hati *HALAH*
Mungkin perasaan orang itu aja karena real life saya jarang marah-marah. Atau justru memang karena di dunia nyata jarang marah, saya jadi marah lewat tulisan. Yang mana biar aja yang penting kehidupan nyata saya tidak terganggu kan.
Atau minggu lalu, saya lagi annoying banget dan jadinya nggak mau dengerin JG sama sekali. Semua yang dia omongin saya patahin aja biar cepet dan nggak usah diskusi. Capek gitu.
Ya udah besoknya JG langsung cecer evaluasi lagi. Apa penyebabnya? Kenapa bisa gitu? Harus gimana? Apa yang salah? Dan seterusnya dan seterusnya.
Kuncinya satu: jangan baper-baper amat. Dikit boleh tapi jangan berlanjut lol.
Karena namanya orang terdekat kritik itu, baru 2 kata aja udah mau mewek rasanya hahahaha . Kaya “kamu kok nggak terima aku apa adanya” T______T Plis nggak saya doang kan yang begini.
Padahal emang sayanya lagi annoying parah dan emang itu harus diakui. HAHAHAHA. Diakui dan minta maaf aja. Nggak susah. Refleksi diri juga bisa bikin perasaan jadi lebih baik sih kalau saya. Sadar saya salah di mana, terus tiba-tiba hal-hal yang menyebalkan itu jadi menguap juga karena sadar itu salah.
Lalu teknisnya gimana? Ada yang pillow talk, ada yang bertukar surat atau email, tapi bagi kami, yang terbaik adalah lewat chat. Karena kalau lewat chat, responnya seketika tapi ekspresi nggak keliatan.
Ekspresi bisa bikin bubar soalnya. Misal dia ngomong satu kata terus ekspresi saya nggak terima, bisa jadi “tuh kan kamunya emang yang nggak mau denger”. Padahal ya mau banget denger, cuma kaget aja. Atau nggak, sayanya malah berkaca-kaca, selesai lah karena dia suka jadi nggak tega dan males duluan mau lanjutin.
Oiya, saya juga sempet nanya ke JG, kamu kok kalau ke orang lain pake caranya Dale Carnegie terus (from JG’s all time fav book “How to Win Friends and Influence People”) biar komunikasi lancar, ke aku kok nggak? Jawabannya:
“Kalau sama orang harus gitu karena ya masalahnya harus cepet selesai dan baik-baik, kalau sama kamu kan aku tau mau berantem gimana pun pasti kita akan baikan dan pelukan lagi”
CRYYYYY. Manis-manis pengen nampol karena kalau bisa diselesain baik-baik kenapa harus tidak baik-baik, malihhh.
Tapi tetep manis karena namanya juga comfort zone ya. Ini justru yang dibilang sebagai terima apa adanya dan jadi diri sendiri, karena kita tau apapun kondisi kita, dia akan tetep ada buat kita. NANGIS.
Kadang kita taking things for granted emang. Rasa-rasanya berhak marah, bentak, nyakitin orang terdekat karena kita tau dia nggak akan ke mana-mana. Padahal harusnya nggak begitu dong, orang terdekat juga harus kita jaga perasaannya karena kalau dia sedih kita juga ikutan mellow kan.
(AH BACA DULU INILAH. Keresahanku karena banyak yang bilang fake kalau menjaga perasaan orang lain: Menjaga Perasaan Siapa?)
Kami memang bukan panutan untuk perayaan anniversary pake liburan atau dinner berdua. Jarang banget nyempetin pergi berdua sampai saya pernah ngerasa gagal karena sering baca artikel yang bilang "sempatkan waktu ngedate berdua" karena kami nggak pernah sama sekaliiii. Pernah sih dulu beberapa kali cuti untuk nonton bioskop siang-siang, lunch berdua, tapi ... nothing's special lol.
Yang terpenting komunikasi lancar maka kami merasa baik-baik saja. Kalau kami merasa baik-baik saja kenapa juga harus nurut tips di artikel-artikel semacam itu ya kan. Yang jelas selalu evaluasi, review bersama apa yang kurang dan apa yang harus diperbaiki. Mungkin bisa jadi penting juga buat kalian.
Gimanapun, yang namanya pasangan menikah pasti punya harapan untuk terus berpuluh tahun lagi hidup bersama. Akan lebih baik kalau bisa bertumbuh berdua, jadi orang yang lebih baik lagi, biar bisa menjalani hidup tanpa beban dan penyesalan.
Yang sedang punya masalah sama pasangannya, ayo diingat-ingat lagi kenapa dulu mau nikah sama dia. Apa hal itu udah nggak valid lagi? Apa yang kalian perjuangkan?
Sekadar mengingatkan. LOL Dua kata paling nyebelin.
Bye!
-ast-
PS: Nulis tentang hidup mulu ya akhir-akhir ini karena Bebe makin gede kubingung mau nulis apa soal parenting hahahaha. Nggak apa-apalah ya yang penting nulis. Makasih udah baca sampai sini. :*
Vow renewal adalah salah satu cara untuk mengingatkan kita tentang janji pernikahan (LITERALLY LOL). Iya bukan budaya Timur, meski entah Timur mana yang kalian maksud karena Jepang, Korea, China, Hong Kong, dkk kan yang Asia Timur, kita mah Asia Tenggara HAHAHA.
Vow renewal biasanya dilakukan dengan ceremony lagi, semacam nikah lagi gitu. Tujuannya untuk mengingatkan kembali komitmen, merayakan jatuh bangun keluarga yang sudah dilalui bersama, dan yaaa bebas aja sih mau merayakan apa. Yang jelas merayakan kebersamaan.
Apa amanat yang bisa diambil dari cerita vow renewal itu? *macam pertanyaan soal esai saat SD*
Yes, tentang mengevaluasi pernikahan. Dirayakan atau tidak dirayakan sih bebas aja tergantung masing-masing ya.
Pernahkah kalian mengevaluasi pernikahan?
Ada teman saya yang melakukannya setiap tahun, jadi setiap anniversary pernikahan, mereka membuat list apa yang sudah terjadi tahun ini, sebelah mana harus diperbaiki, juga bikin janji baru untuk jadi manusia dan pasangan yang lebih baik.
Tapi karena saya dan JG payah banget dalam hal ritual, tidak peduli pada ulang tahun dan anniversary, kami tidak mungkin melakukan itu karena ditanya nikah tanggal berapa aja suka lupa-lupa terus hahahaha. Boro-boro merayakan deh.
Akhirnya kami melakukannya kapan saja. Tidak pakai janjian “ayo kita evaluasi” gitu karena duh jadinya serius banget dan malah jadi males biasanya. Bingung sendiri gitu bahas apa ya?
TAPI kami selalu menyempatkan diri untuk membahas hal-hal tersebut KETIKA INGAT.
Misal nih, ada orang nanya JG kenapa tulisan saya selalu penuh kemarahan? Apa punya dendam masa lalu yang belum termaafkan? (inner child cenah bahasa masa kininya mah)
Abis itu JG jadi bilang “Iya kamu kok suka marah-marah sih, aku sedih banget loh kalau kamu marah”.
TINGTONG. Ini dia waktunya evaluasi.
Apa iya saya sering marah ke JG? Gimana marahnya? Apa penyebabnya? Kapan terakhir kali marah?
Setelah dirunut satu-satu, dingat-ingat detail kapan terakhir kali marah, apa penyebabnya, ternyata saya nggak sesering itu marah hahahaha. Bahkan bisa berbulan-bulan tidak marah atau berantem sama sekali.
Jadinya kalau berantem atau marah, sedihnya lebay. Jadi terpatri dalam hati *HALAH*
Mungkin perasaan orang itu aja karena real life saya jarang marah-marah. Atau justru memang karena di dunia nyata jarang marah, saya jadi marah lewat tulisan. Yang mana biar aja yang penting kehidupan nyata saya tidak terganggu kan.
Atau minggu lalu, saya lagi annoying banget dan jadinya nggak mau dengerin JG sama sekali. Semua yang dia omongin saya patahin aja biar cepet dan nggak usah diskusi. Capek gitu.
Ya udah besoknya JG langsung cecer evaluasi lagi. Apa penyebabnya? Kenapa bisa gitu? Harus gimana? Apa yang salah? Dan seterusnya dan seterusnya.
Kuncinya satu: jangan baper-baper amat. Dikit boleh tapi jangan berlanjut lol.
Karena namanya orang terdekat kritik itu, baru 2 kata aja udah mau mewek rasanya hahahaha . Kaya “kamu kok nggak terima aku apa adanya” T______T Plis nggak saya doang kan yang begini.
Padahal emang sayanya lagi annoying parah dan emang itu harus diakui. HAHAHAHA. Diakui dan minta maaf aja. Nggak susah. Refleksi diri juga bisa bikin perasaan jadi lebih baik sih kalau saya. Sadar saya salah di mana, terus tiba-tiba hal-hal yang menyebalkan itu jadi menguap juga karena sadar itu salah.
Lalu teknisnya gimana? Ada yang pillow talk, ada yang bertukar surat atau email, tapi bagi kami, yang terbaik adalah lewat chat. Karena kalau lewat chat, responnya seketika tapi ekspresi nggak keliatan.
Ekspresi bisa bikin bubar soalnya. Misal dia ngomong satu kata terus ekspresi saya nggak terima, bisa jadi “tuh kan kamunya emang yang nggak mau denger”. Padahal ya mau banget denger, cuma kaget aja. Atau nggak, sayanya malah berkaca-kaca, selesai lah karena dia suka jadi nggak tega dan males duluan mau lanjutin.
Oiya, saya juga sempet nanya ke JG, kamu kok kalau ke orang lain pake caranya Dale Carnegie terus (from JG’s all time fav book “How to Win Friends and Influence People”) biar komunikasi lancar, ke aku kok nggak? Jawabannya:
“Kalau sama orang harus gitu karena ya masalahnya harus cepet selesai dan baik-baik, kalau sama kamu kan aku tau mau berantem gimana pun pasti kita akan baikan dan pelukan lagi”
CRYYYYY. Manis-manis pengen nampol karena kalau bisa diselesain baik-baik kenapa harus tidak baik-baik, malihhh.
Tapi tetep manis karena namanya juga comfort zone ya. Ini justru yang dibilang sebagai terima apa adanya dan jadi diri sendiri, karena kita tau apapun kondisi kita, dia akan tetep ada buat kita. NANGIS.
Kadang kita taking things for granted emang. Rasa-rasanya berhak marah, bentak, nyakitin orang terdekat karena kita tau dia nggak akan ke mana-mana. Padahal harusnya nggak begitu dong, orang terdekat juga harus kita jaga perasaannya karena kalau dia sedih kita juga ikutan mellow kan.
(AH BACA DULU INILAH. Keresahanku karena banyak yang bilang fake kalau menjaga perasaan orang lain: Menjaga Perasaan Siapa?)
Kami memang bukan panutan untuk perayaan anniversary pake liburan atau dinner berdua. Jarang banget nyempetin pergi berdua sampai saya pernah ngerasa gagal karena sering baca artikel yang bilang "sempatkan waktu ngedate berdua" karena kami nggak pernah sama sekaliiii. Pernah sih dulu beberapa kali cuti untuk nonton bioskop siang-siang, lunch berdua, tapi ... nothing's special lol.
Yang terpenting komunikasi lancar maka kami merasa baik-baik saja. Kalau kami merasa baik-baik saja kenapa juga harus nurut tips di artikel-artikel semacam itu ya kan. Yang jelas selalu evaluasi, review bersama apa yang kurang dan apa yang harus diperbaiki. Mungkin bisa jadi penting juga buat kalian.
Gimanapun, yang namanya pasangan menikah pasti punya harapan untuk terus berpuluh tahun lagi hidup bersama. Akan lebih baik kalau bisa bertumbuh berdua, jadi orang yang lebih baik lagi, biar bisa menjalani hidup tanpa beban dan penyesalan.
Yang sedang punya masalah sama pasangannya, ayo diingat-ingat lagi kenapa dulu mau nikah sama dia. Apa hal itu udah nggak valid lagi? Apa yang kalian perjuangkan?
Sekadar mengingatkan. LOL Dua kata paling nyebelin.
Bye!
-ast-
PS: Nulis tentang hidup mulu ya akhir-akhir ini karena Bebe makin gede kubingung mau nulis apa soal parenting hahahaha. Nggak apa-apalah ya yang penting nulis. Makasih udah baca sampai sini. :*