Siang tadi, Gesi nanya “kalian rencananya mau ngajarin gimana ke anak-anak kalian untuk masalah nanya-nanya kondisi orang lain yang berhubungan dengan kecacatan?”
Baca cerita Gesi di sini:
Saya bilang saya sudah ajari Bebe tapi bukan mengajari apa itu kecacatan. Saya justru menormalkan disabilitas, mengajarkan Bebe bahwa disabilitas itu hal yang normal. Karena saya ingin Bebe menganggap orang-orang disable itu juga manusia dan tidak perlu dipandang dengan heran atau dikasihani.
Caranya gimana?
Awalnya dari Bebe umur 2 tahun dan suka nonton film ‘Babies’. Pernah saya ceritakan di sini (klik loh!) gimana dia kaget ngeliat anak Afrika dan bilang “monyet” HUHU KASIAN IH BEBE MAH.
Berikutnya ada juga anak temen JG yang nangis kejer saat liat orang kulit hitam. Takut dia. Nah jadinya urgent banget sih menurut saya untuk ngajarin perbedaan manusia pada anak. Perbedaan ini bukan cuma warna kulit atau rambut tapi mencakup juga disabilitas.
Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa. Ini jimat membesarkan anak dari dunia yang mengagungkan homogenitas. *sigh
Perbedaan Ras
Pertama saya pakai buku. Kebetulan punya buku ini di rumah, judulnya Ensiklopedia Junior Tubuh Manusia. Ini foto nyomot di Google, credit to respected owner yang namanya muncul di image ya lol.
Ada tentang warna kulit juga jadi berjajar orang dengan berbagai warna kulit, rambut, bentuk mata, dll. Pengen saya foto sih tapi nanti ya di rumah. Nulis ini dadakan banget soalnya hahaha.
Dari situ saya bilang kalau manusia tidak semuanya seperti kita. Ada yang rambutnya keriting, ada yang rambutnya kuning, ada yang kulitnya sangat hitam dan itu sama aja sih. Tidak ada yang lebih bagus atau lebih jelek.
Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa.
Orang Disable
Setelah dia khatam soal perbedaan ras, saya baru masuk ke orang disable. Dulu saya langsung kasih contoh "ekstrem" aja, pas banget waktu itu AJ+ bikin profil Achmad Zulkarnain. Fotografer profesional tanpa tangan dan kaki dan hobi naik gunung!
Sebelum nonton, sounding dulu ya! Kalimat semacam “Kamu tau nggak sih ada orang yang nggak punya tangan dan kaki? Ya mereka orang juga sih, bisa jalan juga, bisa naik motor juga. Cuma nggak ada tangan dan kakinya."
PERTANYAAN BERIKUTNYA PASTI: “KENAPA?”
Aku jawab “Dari lahir memang begitu. Ada bayi yang lahir tangannya dua kakinya dua, ada juga bayi yang lahir tangan dan kakinya nggak ada. Ada juga yang kecelakaan jadi tangan dan kakinya dipotong dokter karena rusak”
Terus tiap adegan kita embrace gitu semacam "tuh dia nggak punya jari dan tetep bisa aja kan pencet kamera, sama aja sih kaya kita yang punya jari ya!"
Bebe iya iya aja. Anak tuh sepolos itu loh. Bebe bahkan nggak merasa aneh atau takut ngeliat orang yang nggak ada tangan atau kakinya. Karena ya dari awal saya bilang mereka juga manusia sih. Nggak pake embel-embel “kasian ya”.
Embel-embel “kasian ya” ini bakal bikin panjang urusan soalnya. Karena kenapa harus dikasihani? Katanya memang manusia beda-beda kok kasihan segala? Konsep "kasihan" nggak cocok sama value menormalkan disabilitas yang jadi tujuan saya.
Susah? Banget! Ini kan hal-hal yang nggak diajarin orangtua saya dulu. Jadi ya saya harus dengan otak 100% alert ngajarin hal-hal kaya gini biar nggak salah jelasin atau salah jawab. Nggak bisa jawab sambil disambi, harus dipikirin setiap katanya.
Apa nggak takut jadi kurang empati? NGGAK. Karena kasihan itu memang harus pilih-pilih kan, nggak karena dia disable terus otomatis harus dikasihani. Ya kalau anggota tubuh lengkap tapi udah tua renta masih jualan karena memang miskin baru dikasihani. Lha Achmad Zulkarnain ini dia hepi-hepi aja hidupnya, kenapa harus kasihan kan.
Orang disable tak terlihat
Maksudnya yang anggota tubuhnya lengkap tapi ternyata misal tuli gitu. Nggak keliatan kan jadinya bedanya di mana. Ini jelasinnya paling susah jadi saya jelasin terakhir banget.
Baru masuk ke sini setelah dia lancar kedua perbedaan sebelumnya. Iya, ini saya ulang-ulang lho. Nonton video AJ+ itu aja berkali-kali karena Bebe berkali-kali minta. Mungkin dia mikir terus ada yang lupa atau masih kepikiran. Ya saya kasih liat lagi, dengan penjelasan yang sama.
Untuk orang disable tak terlihat ini contoh paling gampangnya Ubii. Gimana menjelaskan Ubii pada Bebe?
“Kakak Ubii sudah besar, sebesar abang A (temen sekolah). Tapi kakak Ubii belum bisa jalan karena waktu kecil dia sakit. Jadi ya jalannya dibantu kursi roda.”
Udah segitu dulu nih. Bebe cernanya lamaaaaa. Karena ya emang bingungin sih. Sampai pas ketemu Ubii irl dia baru ngerti. Oh gini ya maksudnya sudah besar tapi belum bisa jalan.
Dia sering juga tanya berulang-ulang, saya yakinnya karena dia belum paham banget. Dia tanya macam “Kakak Ubii sudah 5 tahun ya? Belum bisa jalan ya? Tapi tidak apa-apa ya?”
Iyaaa. Bingungin buat Bebe karena dia sadar banget umur dia dari 3 tahun, terus ke 4 tahun, dan dia merasa sudah besar serta bisa melakukan segalanya. Kok kakak Ubii (sekarang udah 6 tahun) belum bisa?
Baru ngeh bangetnya gara-gara apa coba? Gara-gara saya liatin video Rumah Ramah Rubella yang paling baru! Ini bukan promo ya, kebetulan Gesi share terus saya nonton dan Bebe ada di sebelah saya. Pas Umar muncul, Bebe tanya “itu siapa?”. Saya jawab “Ibunya anak itu temennya Tante Gesi”.
Dia oohhh doang tapi dia NYIMAK semua penjelasan di video itu. Gimana rubella menyerang ibu hamil blablabla.
Tau dari mana dia nyimak? Karena dia ingat dan bisa ulang. Suka tiba-tiba nanya:
“Ibu, ada anak temen tante Gesi yang tidak bisa dengar ya?”
“Ibu, dia tidak bisa dengar karena waktu hamil ibunya merah-merah ya?”
YASSS!
Dan kalau lagi gini saya biasanya tes sih. “Iya dia yang tidak bisa dengar itu, tapi dia tetap apa hayo?”
Udah lancar banget: “Manusia, manusia beda dan tidak apa-apa”
Lancar banget setelah 2 tahun lebih. Sesusah itu ngajarinnya ya. Fyuh. Susah kan punya anak itu? Siapa bilang gampang sih. Ya gampang kalau mau dibiarin aja belajar hal ginian sendiri sih. Saya sih nggak mau ya. Orangtua bertanggung jawab atas persepsi anak pada dunia. Dan kita yang pertama kali mempersepsikan dunia pada mereka.
Yuk ajari anak soal disabilitas yuk! Pelan-pelan dan yang terpenting adalah, KASIH LIHAT. Beritahu mereka bahwa tidak semua orang sama. Dengan mengajari mereka, kita juga bantu ibu-ibu dengan anak disable. Mereka jadi nggak perlu menjelaskan anaknya kenapa kan. Anak kita, ya kita yang jelaskan dong.
Nah, mumpung ada Asian Para Games nih sebulan lagi. Momen banget ngajarin anak soal disabilitas. Semoga kebagian tiketnya ya! Pengen nonton banget dan ajak Bebe biar keliatan realnya gimana sih. Can't wait!
-ast-
Baru ngeh bangetnya gara-gara apa coba? Gara-gara saya liatin video Rumah Ramah Rubella yang paling baru! Ini bukan promo ya, kebetulan Gesi share terus saya nonton dan Bebe ada di sebelah saya. ---> PROMO JUGA GAPAPA IH! Luv u.
ReplyDeleteMbak,aku share yaa..makasih
ReplyDeleteBtw cowokku jadi volunteer asian para games nihh jadi pengen nonton jugaaa
ReplyDeleteSaya pun menerapkan hal sama, menormalkan disabilitas sama neng Marwah. Sekeras apapun perbedaan, tetap manusia.
ReplyDeleteKebetulan anakkku sekolah di sekolah inklusi,jd 3 hari dalam 5 hari sekolah dia sekelas dengan anak disabilitas.
ReplyDeleteDia bermain dan belajar bareng anak disabilitas, paham anak berkebutuhan khusus perlu didampingi,dan paham bagaimana harus bersikap kepada anak yg berkebutuhan khusus.
Keren mba, keren banget sudut pandangnya.berhubung anak aku masih diperut, ini akan jadi list pelajaran yg akan aku kasih ke dia. Terima kasih mba. Izin share ya 😊
ReplyDeleteSuka banget dengan cara mbak ajarin perbedaan ke anak. Ijin share ya. Matur nuwun
ReplyDeleteDuh teguran ini buat saya, saya belum mengenalkan disabilitas ke anak. Saya baru ingat disekolahnya juga ada murid berkebutuhan khusus, sepertinya harus mulai nih mengajarkan
ReplyDeleteThank you for sharing Mbak Icha 😍 bisa aku ajarin ke adik-adikku juga nih
ReplyDelete