Ah, bahasan ini. Butuh waktu sebulan lebih buat saya untuk maju mundur mau menulis ini. Pertama karena malas pasti jadi panjaaaanggg (DAN BENAR ADANYA). Kedua karena bahasannya sensitif. Ya, karena alasan kedua mari tulisan saya ini dibaca pelan-pelan. Oiya, selingkuh di sini konteksnya selingkuh saat sudah menikah ya. :)
Di era digital ini semua orang bisa dengan mudah bereaksi. Kalau dulu ada orang selingkuh, yang tau paling banter tetangga di rumah dan keluarga. Sekarang jadi ditambah juga followers social media, plus followers akun gosip yang makin merambah rakyat jelata.
Iya rakyat jelata. Dulu kan mau masuk infotainment itu susah, harus jadi bintang dulu di TV. Harus mati-matian nganter temen audisi terus main FTV. Lha sekarang bukan siapa-siapa aja bisa masuk infotainment Instagram. Yang penting kasusnya dianggap layak jadi cacian massa. Duh.
Pertanyaan saya yang utama, kenapa topik selingkuh banyak banget yang pengen komentari? Kalau artis selingkuh kan alesannya "publik layak tahu yang sebenarnya" kalau orang biasa selingkuh? Kenapa orang rame-rame komentar? Sampai jadi artikel khusus di portal community anak muda? Kenal juga nggak. temen juga bukan, sodara apa lagi. Jelas bukan.
Lalu kenapa ya?
Yang miris, yang lebih banyak dicaci adalah pihak perempuan yang jadi selingkuhan. Mereka ramai-ramai disebut pelakor, perebut laki orang. Sungguh urusan menikah ini, sampai pengkhianatan pun masih sangat patriarki.
Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan laki-laki sebagai poros dan yang salah pasti pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, laki-laki jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi bahan hinaan sesama perempuan.
(Baca tentang Pelakor di sini!)
Kakak ipar sahabat saya selingkuh, ada foto dia sama perempuan di dalam selimut berdua. Pembelaannya? "Ya namanya cowok, kaya kucing dikasih ikan mah diambil lah" Rendah banget ya, sampai mau dibandingkan sama kucing. Yang disalahkan oleh orangtua si cowok siapa? Tetap si perempuan lain karena sudah memberi ikan. Ckckck.
Jadi kalau bukan pelakor yang salah, yang selingkuh itu salah siapa? Jawabannya: BUKAN URUSAN KITA.
Ya bukan urusan kita sama sekali. Urusan rumah tangga yang patut kita urus adalah rumah tangga kita sendiri. Bukan rumah tangga orang lain.
Menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?
(Baca: Menikah untuk Siapa?)
*
Coba lihat sekitar, seberapa banyak anggota keluarga yang selingkuh atau diselingkuhi? Lihat di lingkaran lebih luas, seberapa banyak teman kita yang selingkuh atau diselingkuhi? Seberapa banyak di lingkungan rumah? Di lingkungan kantor? BANYAK.
BANYAK SEKALI.
Berbeda misalnya dengan kasus orang bunuh diri live di Facebook gitu. Belum tentu 3 bulan sekali ada yang melakukannya. Jadi wajar banget kalau memang jadi topik di mana-mana, di segala social media. Kalau selingkuh kan topik bahasan sehari-hari banget. Adaaa aja berita selingkuh mampir ke kuping. Temen kantor, sahabat, keluarga, artis. Dan topiknya selalu sama, ada yang berkhianat. Mengkhianati pernikahan.
Ah, jadi bicara pernikahan.
*seruput kopi* *padahal nggak ngopi* *biar dramatis aja*
Jadi ya, pernikahan itu sakral. Disakralkan. Harus disakralkan supaya tidak disalahgunakan. Kalau tidak sakral nanti seenak udel ganti pasangan tiap 6 bulan sekali kan repot. Pdkt sama keluarga aja berapa bulan, nyiapin resepsi nikah aja bisa setahun.
Nah tapi mungkin ya, mungkin nih ya orang-orang yang selingkuh ini memang tidak menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang sakral. Seperti kata mbak Roslina Verauli yang pernah
saya kutip:
"pasti ada masalah dulu yang mengakibatkan selingkuh, bukan selingkuh kemudian jadi masalah."
Coba diresapi kalimatnya.
Masalahnya bisa macem-macem. Ada yang menganggap istrinya di rumah terlalu cerewet dan ngatur-ngatur kemudian dia cari perempuan yang bisa diatur. Ada yang menganggap istrinya terlalu superior, terlalu pintar, kemudian dia cari perempuan yang tidak terlalu pintar supaya bisa lebih superior. Ya macem-macem lah.
Tapi kan ada yang keluarganya sempurna, tapi tetep selingkuh!
Ya ada. Alasannya bisa dua. Pertama, ya sempurna kan nurut ngana. Siapa tau istrinya nggak pernah bisa diajak diskusi politik terus suami cari perempuan yang bisa diajak diskusi politik. Atau sebaliknya, suami nggak pernah mau dengerin keinginan istri, si istri merasa diabaikan kemudian istri cari perhatian yang lain. Kan bisa banget.
Ya atau apalah, mungkin sempurna di mata orang lain, tapi salah satu tetep ada hole yang nggak bisa diisi sama pasangannya. Hole, bolong, alasan klasik.
Alasan kedua. Alasan paling masuk akal menurut saya sih:
monogami bukan untuk semua orang.
Monogami (Yunani: monos yang berarti satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan) adalah kondisi hanya memiliki satu pasangan pada pernikahan.
Iya tidak semua orang bisa dengan satu pasangan menikah saja seumur hidup. Seperti juga poligami tidak untuk semua orang. Saya tidak mau poligami tapi saya yakin memang ada pasangan-pasangan yang memang bahagia berpoligami. Seperti juga ada pasangan-pasangan yang memang bahagia bermonogami.
Masalah muncul ketika penganut monogami ternyata menikah dengan orang yang tidak sadar kalau dia sebenarnya tidak sanggup monogami.
NAH.
Jadi ada masalah juga di situ. Selain urusan hole, ada juga poin bahwa ada orang-orang yang memang tidak cukup dengan satu pasangan saja. BEGICU.
Ruwet jadinya, gengs. Yang poligami juga nggak bisa bilang "mending poligami daripada selingkuh". Nggak begitu juga karena nyatanya, udah istri udah 4 aja ada yang tetep punya simpenan. Sementara istri satu dan selingkuh juga mungkin memang bukan niat pengen sah istri banyak. Ada yang emang pengen main-main aja jadi nggak mau poligami. Manusia kan beda-beda, bos.
Poligami tetep selingkuh ada, monogami nggak mau nikahin selingkuhan padahal dikasih izin istri pertama juga ada. Lha cerita anak selingkuhan diurus sama istri pertama aja banyak kok ya kan. Jadi gimana dong, ini sungguh sangat complicated. Plus berteriak-teriak jauhi dan musuhi pelakor itu nggak menyelesaikan masalah.
Atau bilang pelakor emang harus diberantas. Weh, suami selingkuh sama cowok juga banyak cerita ah. Saya nggak setuju banget jadinya kalau hanya menyalahkan pihak perempuan. Apalagi banyak yang kenyataannya pihak perempuannya (si selingkuhan) pun dibohongi. Ngakunya udah mau cerai lah sama istri pertama, ngakunya lebih cinta lah sama si selingkuhan.
Kalau kata 9gag, bulldog kawin sama shitzu. BULLSHIT.
Apalagi kadang kecocokan juga bisa dengan mudah ditemukan. Ya pas nikah mah cocok-cocok aja sama pasangan yang ini. Lama kelamaan kok nggak cocok? Kok nemu orang lain malah cocok sama yang lain ini?
Maka itulah topik kita selanjutnya adalah kesetiaan dan komitmen.
Menikah itu memaksa kesetiaan dan kesetiaan itu bukan untuk semua orang. Sanggupkah untuk tidak menyakiti hati pasangan dengan cara apapun? Karena jatuh cinta kan tidak pandang status menikah atau nggak. Banyak yang mengaku jatuh cinta lagi padahal sayang sama pasangan di rumah nggak berubah. Sanggupkah berkomitmen pada SATU kesetiaan seumur hidup? -- Pernikahan dan Kesetiaan
*
Apa arti setia? Apa arti selingkuh?
Kita sepakati sama-sama dulu ya kalau selingkuh itu melanggar komitmen untuk hanya bersama satu pasangan. Ini mah udah pasti lah, ada komitmen pernikahan yang dilanggar. Kecuali pas nikah emang bentuknya open marriage gitu, atau nikah karena bisnis, nikah karena politik, beda urusan ya.
Masalahnya ada di definisi setia dan selingkuh. Tiap orang punya definisi beda-beda, bahkan suami istri aja bisa punya definisi beda-beda. Makanya suka ada istri yang ngamuk karena baca chat cewek padahal suaminya nggak ngapa-ngapain. Karena cemburuan? Ya, tapi juga karena berbeda mendefinisikan selingkuh.
Jadi definisi selingkuh misalnya:
Bagi si A adalah "chat sama cewek di luar urusan kerjaan"
Tapi bagi si B adalah "jalan berdua tanpa bilang, jalan berdua tapi bilang itu nggak selingkuh"
Atau bagi si C adalah "have sex sama cewek lain, kalau cuma chat mesra atau pegangan tangan mah biar lah, dia orangnya emang touchy-feely"
Ini melahirkan macam-macam tujuan selingkuh. Ada yang pengen aja nyoba pasangan lain, ada yang emang bosen aja sama istri/suaminya, ada yang cari adrenalin, ada yang khilaf, macem-macem lah.
Karena macem-macem, jadinya hasil akhirnya juga beda-beda. Ada yang bebal, abis ketauan selingkuh, ngaku khilaf, minta maaf, kemudian selingkuh lagi. Ada yang ngaku salah, minta maaf, kemudian ninggalin istrinya karena merasa bersalah. Ada yang ngaku salah kemudian ninggalin istrinya DAN ninggalin selingkuhannya. Ada yang ngaku salah kemudian nggak ulang lagi, selamanya kembali berkomitmen dengan satu pasangan.
Makanya dari awal saya bilang ini selingkuh setelah menikah. Karena banyak kok yang pas pacaran pacarnya banyak, pas nikah adem ayem aja nggak kepikiran punya banyak lagi.
Nggak bisa juga judge bilang "Kurang bandel sih waktu muda, jadi pas udah nikah bandel deh". Yaelah, yang dari muda sampai tua baik juga ada. Yang waktu muda bandel terus pas udah nikah tetep selingkuh juga banyak. Yang selingkuh mulu waktu muda, sampai nikah, terus tobat juga ada.
Who are we to judge?
Tapi intinya apapun definisi selingkuh, intinya selingkuh bisa terjadi karena tidak ada penghargaan terhadap komitmen. Tidak ada penghargaan pada pasangan. :)
*
Simpulan akhirnya menurut saya adalah, monogami tidak untuk semua orang tapi selingkuh itu mengkhianati komitmen. YA INI MAH UDAH TAU KELES, SIS.
Buat saya, yang perlu dilakukan adalah lower your expectation of marriage. Rendahkan ekspektasi kalian pada pernikahan. It's better to be surprised than to be disappointed.
Kasarnya, kasarnya banget nih: percaya lah pada pasangan kita tapi siapkan yang terburuk, jangan terlalu yakin 100% pasangan kita nggak akan selingkuh. Karena dia sendiri sebenernya nggak bisa jamin. Namanya jatuh cinta, khilaf, atau kalau kata JG, syahwat kadang mendahului otak.
Iya, kalian nggak salah baca. Nggak tau lagi gimana bikin kalimat yang lebih enak dibaca karena kalian tau saya nggak suka basa-basi tapi ya, itu intinya.
Nikahnya dibawa santai ajaaa, jangan sedikit-sedikit berantem. Jangan mengubah hidup pasangan meski udah nikah. Biarkan dia tetep ngerjain hobinya, biarkan dia tetep ngejar cita-citanya, jadi nggak ada beban "nikah kok hidup aku jadi gini". Cari tahu passion pasangan terus dukung! Passion bikin bahagia! Meskipun pasti ada yang berubah sih, tapi kan disesuaikan, makanya komunikasi itu penting.
(Baca: Mengurangi Berantem-berantem Setelah Nikah)
Jadi kalau sampai terjadi, kita mungkin akan lebih mudah memaafkan karena sudah menyiapkan. Karena selalu ada alasan. Khilaf juga boleh kan namanya manusia, asal bukan khilaf terus berulang-ulang aja.
Mungkin loh ya. Makanya saya nggak berani judge ibu-ibu yang bertahan meski suaminya selingkuh berkali-kali. Mungkin mereka tahu persis masalahnya di mana jadi memaklumi. Sakit hati mungkin iya, tapi maklum makanya bertahan.
Tapi kalau alesan bertahan karena ekonomi kasian sih huhu. Makanya perempuan harus berdaya! Harus punya penghasilan sendiri!
Atau bertahan karena anak. Pertanyaan saya selalu "apakah lebih baik membesarkan anak di pernikahan yang tidak sehat? Atau lebih baik membesarkan anak tanpa ayah/ibu tapi lingkungannya sehat?" Saya belum punya jawabannya.
Abis ini saya siap dibully "kok bikin selingkuh seolah wajar sih!" Nggak wajar tapi sangat sering terjadi toh? Abis gimana, memang nggak ada benang merah atau sesuatu yang bisa bilang "jika A maka dia selingkuh, atau jika B maka dia tidak akan selingkuh". Jadi tips biar pasangan nggak selingkuh juga susah dibuat.
*
Saya terlalu banyak dengar cerita langsung, semua contoh yang saya sebut di sini nyata adanya. Saya kenal pelaku selingkuh yang memang suka main cewek, yang baik-baik aja di rumah, yang sudah poligami tetap selingkuh, sampai ibu-ibu yang bahkan saya nggak liat kekurangan suaminya.
Well, ternyata kekurangan suaminya di ranjang sih jadi harus gimana coba. Diomongin diapain juga suaminya nggak bisa berubah jadi orang lain.
Dan patut diingat, ada juga yang selingkuh tapi itu bikin dia lebih bahagia. Dia selingkuh dan menemukan kebahagiaan lain, sehingga dia bisa selalu happy di rumah. Justru karena punya simpenan dia bisa jadi lebih sayang sama keluarga. Jadi nggak selalu kalau orang selingkuh terus jadi nggak perhatian sama pasangannya.
Model yang terakhir begini biasanya deg-degan takut kaya tupai. Karena terlalu lama, nyaman, dan bahagia punya simpenan, takut akhirnya jatuh jua alias ketauan sama pasangannya. LOL. Ini kisah nyata juga gengs, diceritakan langsung oleh pihak pertama. Beserta contoh tupai-tupainya. :)))))
Orang tidak berubah karena pernikahan, orang berubah karena dirinya sendiri. *tetep*
Juga rendahkan ekspektasi pada segala hal. Sejak awal nikah, jangan ngarep dikasih bunga, dikasih surprise tiap ulang tahun, atau hal-hal semacam itu. Kalau butuh didengarkan maka bicara, maka request, "DENGERIN AKU DONG" gitu. Pengen apa, butuh apa, bilang.
Jadi ketika ada orang lain yang ngasih perhatian, nggak gampang leleh karena komunikasi kita dengan pasangan lancar. Ketika ada yang flirting, pasangan suami istri yang komunikasinya lancar kemungkinan besar malah lapor sama pasangannya.
Kalau malah berantem, ya berarti punya masalah kepercayaan. Kalau malah jadi banyakan berantemnya dibanding nggak berantemnya? Ya berarti mungkin memang nggak cocok?
T_____T
Susah ya nikah?
Kalau kata mbak Vera (again mbak Vera, doi bisa difollow loh di Instagram @verauli.id):
Cinta butuh dipelihara agar terpelihara.
Iya pernikahan butuh dipelihara, butuh usaha, berusaha selalu kasih yang terbaik, kasih waktu, kasih perhatian, dan sebagainya. Pernikahan kan bukan Tesla, jadi nggak bisa autopilot. Pernikahan harus diusahakan berdua, jadilah pilot dan co-pilot. *maafkan analogi yang sungguh tekno*
Tapi yah, ini cuma dari saya yang kebetulan terpapar banyak sekali curhat soal selingkuh. Maaf sekali kalau ada yang menyakiti dan maaf kalau banyak yang bikin kaget.
Sekian dan terima kasih.
-ast-
Saya tidak setuju pelakor yang harus menjaga diri. Yang tidak boleh meladeni suami orang lain. Kenapa? Baca di sini; tentang Pelakor.
PS: Karena menulis ini saya jadi tahu ada istilah pebinor. Perebut bini orang. Ya, at least kini seimbang. Meski sekali lagi: urusan kita apa sampai harus melabeli orang dengan pelakor atau pebinor?