Minggu ini timeline dan WhatsApp group diramaikan dengan sebuah foto buku yang dianggap "porno" dan membuat ibu-ibu marah. Buku itu menunjukkan anak kecil laki-laki sedang "masturbasi", dalam tanda kutip loh ya.
Yang jadi masalah adalah halaman buku yang tersebar hanya sepotong. Padahal ternyata di bukunya lengkap tertulis tips untuk orangtua dan kenapa anak-anak tidak boleh melakukan itu.
Tapi ibu-ibu keburu ngamuk! KPAI sampai ikut nimbrung dan bilang buku yang tidak pantas blablablabla. Sampai masuk TV dan portal berita nasional.
Baca punya Nahla:
Saya sendiri, apakah terganggu dengan buku itu? Surprisingly, tidak.
Anak saya laki-laki. Ada fase di mana anak memang senang memegang kemaluannya. Fase ini normal dan tidak apa-apa. Ini adalah fase berikutnya setelah fase oral.
"Tapi itu buku nggak cocok buat anak-anak!"
Duh buibu, buku yang nggak cocok buat anak-anak itu BANYAK. Ya filternya ada di kita lah. Masa beli buku buat anak kita nggak cek dulu isinya? Masa membiarkan anak baca sendirian? Dari pas beli aja udah difilter kali, itu buku apa, isinya bagaimana, layak baca atau nggak. Dan sebagainya.
Jadi ibu-ibu yang panik, marah-marah, dan bilang buku itu harus ditarik dari peredaran, I JUDGE YOU. I REALLY DO. Pasti nggak pernah nemenin anaknya baca buku ya? 😪
Yaiyalah, kita nggak bisa mengatur dunia biar tetep sempurna secara moral. Kita yang harus jadi benteng pertama pertahanan moral anak kita. Bukan orang lain! Apalagi buku!
Gimana kalau anak-anak baca di tempat lain? Di sekolah misalnya, di tempat yang tidak ada orangtua menemani.
Nah ini dia. Pendidikan seks untuk anak-anak seharusnya sudah diberikan jauh, jauh sebelum mereka bisa membaca. Karena memang ketertarikan mereka pada kemaluan, pada lawan jenis, kan sudah terlihat sejak balita kan. Sejak dari belum bisa baca.
Saya sendiri memperkenalkan gender dan lebih spesifik lagi kemaluan pada Bebe sudah lama. Mungkin sejak usianya belum dua tahun. Alasannya sederhana sebenarnya, saya ingin dia jadi laki-laki yang menghormati perempuan.
Soalnya balita itu kan asal seruduk aja, mau cowok atau cewek kalau lagi main ya timpa-timpaan aja. Saya nggak mau seperti itu. Main tabrak-tabrakan, main timpa-timpaan, hanya dengan anak laki-laki. Tidak dengan anak perempuan.
Ngerti nggak Bebe? Ya nggak lah! Hahaha.
Menurut psikolog juga memang belum bisa membedakan laki dan perempuan sampai usia 5-6 tahun. Tapi saya nggak menyerah, saya tetap bilang terus menerus soal konsep "ibu perempuan, appa laki-laki, Bebe laki-laki".
(Penjelasan psikolog lebih lengkap ada di sini: Mengenalkan Gender pada Balita)
Dan itu berjalan baik, sekarang usianya 2 tahun 8 bulan, dia sudah mulai bisa membedakan laki-laki dan perempuan. Dia tahu si A laki atau perempuan, mbaknya laki atau perempuan, aki laki atau perempuan, dan seterusnya.
Lebih spesifik lagi soal pendidikan seks, terutama "masturbasi" seperti di buku itu. Ya Bebe sedang ada di masa dia senang pegang kemaluannya. Dipegang aja, meski tidak sering tapi ada saat-saat di mana tangannya masuk ke celana dan pegang.
Temen saya juga cerita, anaknya perempuan dan suka pegang vaginanya. Malah kadang dimainkan pakai mainan! Wah serem sih ya kalau perempuan. Tapi kan itu memang fasenya, jadi harus dilewati aja. Asal dengan komunikasi. Bukannya dibiarkan atau dimarahi.
Saya sih kasih tahu aja, "jangan dipegang dong Be, nanti lecet". Biasanya dia langsung nurut sih. Dan saya selalu cek, untuk menunjukkan bahwa saya peduli. "Wah ini tidak apa-apa sih, tidak perlu dipegang ya" gitu.
Kuncinya cuma satu, jangan awkward! Kalau anak pegang tit*t aja kita jelasinnya awkward, saya takutnya anak jadi merasa bersalah. Padahal kan nggak perlu begitu. Karena meski merasakan nyaman pegang kemaluan, it's not sexual!
Soal kemaluan dan soal seksual ini, saya mau saya jadi orang pertama yang Bebe tanya, makanya saya nggak boleh malu atau apa.
Lagi masa sama anak sendiri malu ah elah.
Dan jangan beri jawaban yang tidak masuk akal. Beri jawaban secara ilmiah meskipun anak mungkin butuh waktu untuk mencerna.
Mimpi basah, menstruasi, masturbasi, itu menurut saya harus dijelaskan jauh sebelum si anak mengalaminya. Dan jelaskan secara medis, agar dia tahu risiko-risiko yang dia hadapi.
Jawaban-jawaban semacam "jangan gitu nanti Allah marah" itu rawan sih menurut saya. Karena takutnya ada titik di mana anak ingin rebel, anak ingin melanggar aturan, dan jadilah dilakukan diam-diam. Nggak mau begitu dong?
Intinya saling terbuka lah sama anak, jangan sembunyikan sesuatu. Jangan buat anak penasaran dan mencari jawaban di luar.
Satu lagi, dampingi anak-anak baca buku! Mulai edukasi seks sejak balita! Jangan sampai terlambat. :)
See you!
-ast-
Iya mbak, terngantung gimana orang tua ngasih penjelasannya ke anak aja. Anak juga perlu tahu menurut saya.
ReplyDeleteDan yang paling penting sih dampingi anak saat baca buku. Bahkan sebelum bukunya dibaca Zidan, saya cek isi buku dulu. Jadi Zidan pengen beli buku apa aja boleh, asal lulus sensor emaknya hihihii..
Jleb bgt itu emaknya ga pernah bacain buku.
ReplyDeleteBeneerr.. aku juga mikirnya orangtua harus, mau agak mau, ya harus nyaring dulu apa yang dibaca sama anak.
ReplyDeleteterus Naia juga pernah begitu, dan aku juga bilangnya jangan karena takut kuman masuk, takut kotor. atau tanya apa ada yang sakit atau gatel di bagian itu, kalau ada biar diliat. kalau gak kenapa2 ya bilang jangan dipegang lagi. sama lah intinya, bukan yang nakut2in pake Allah marah & mama papa gak suka.
but anw, buku ini juga jadi pelajaran buat penerbit sih buat lebih hati-hati lagi :D
Pelajaran buat netizen sih aku mah, selalu nggak nyaring dulu apa2, konfirmasi enggak, udah maki2 terus share sana sini. Timeline mereka kan isinya jg bukan orang dewasa semua, jadi ya malahan mereka sendiri yg ngasih hal nggak baik sama anak2
ReplyDeleteBener banget, seharusnya orangtua zaman sekarang gak perlu tabu lagi untuk memberikan pendidikan seks untuk anak2 daripada mereka tau sendiri atau dari orang lain. Tentu saja dengan cara penyampaian yang sesuai dengan usia anak.
ReplyDeleteYang sangat disayangkan viralnya buku yg jadi hot gosip ibu2 itu berimbas pada salah satu buku favorit saya yang kemudian ikut ditarik dari peredaran karena judulnya hampir mirip. Padahal saya sangat merekomendasikan buku ini untuk para orantua, karena menurut saya isinya dan penyampaiannya sangat pas sekali untuk pendidikan seks anak (karena dibuat dengan konsultasi dengan psikolog dan rekomendasi dari KPAI).
Kak, saya salah fokus. Bebe manggilnya appa sama umma ya?
ReplyDeleteappa sama ibu hahahahaha
Deleteakhirnya, baca tulisan yang adem soal ini...
ReplyDeleteKomik cantik aja kadang isinya porno yg bener2 porno tapi banyak anak SD yang diijinin baca ma ortunya.. dipikir semua yg gambar kartun itu aman buat anak kali ya :D
ReplyDeleteyang heran itu, ngapain ngelaporinnya ke Lambe Turah, ckckck