Yang mau nanya-nanya boleh ke Instagram aku ya @annisast. Follow dulu tapi hahaha. Nggak deng, DM langsung aja bisa kok. Thank you!
***
Ada yang galau karena harus menitipkan anak ke neneknya? Galau karena tidak bisa mengasuh anak sendiri sehingga anak diasuh oleh nenek?
First of all, semua pilihan masing-masing ya buibu. Nggak ada yang benar atau salah. Nggak ada yang lebih tepat, tepat, kurang tepat, atau tidak tepat. Tulisan di bawah ini murni apa yang saya jalani sendiri. Karena tak ada standar untuk jadi orang tua ideal. "Ideal" menurut sebagian orang kan ketika punya anak, "memaksa" ibu untuk berhenti bekerja dan diam di rumah. Tapi buat saya dan JG ya tidak ideal. Makanya, ideal menurut siapa? :)
***
Memutuskan berkeluarga itu artinya keluar dari rumah. Sejak kecil, ibu saya selalu bilang: setelah menikah, meskipun ngontrak, harus keluar dari rumah.
Tapi saya keluar dari rumah tiga tahun lebih cepat karena memutuskan kerja di Jakarta. Ternyata hidup tanpa intervensi orang tua itu seru banget!
(Baca: Repotnya Tinggal di Jakarta dan Kenapa Bertahan di Jakarta?)
Seru karena semua diputuskan sendiri. Sebelum punya anak, keputusannya remeh temeh macam belanja bulanan, makan apa hari ini, pulang jam berapa malam ini. Setelah punya anak? Wow, intervensinya luar biasa!
Sebagai orang tua baru, saya belajar banyak sekali soal bayi-bayian dan anak-anak. Yang saya pelajari tentu beda dengan common sense ibu dan nenek saya. Ya bayangin aja, saya punya anak tahun 2014. Ibu saya ngelahirin saya tahun 1988. Nenek saya ngelahirin ibu saya tahun 1963!
Range-nya aja udah 25-50 tahun!
Lima puluh tahun berlalu, manusia semakin modern dong yah. Berantem lah saya yang "modern" ini dengan ibu dan nenek saya yang sudah "berpengalaman" membesarkan anak sejak 50 dan 25 tahun lalu. Well, it was tough!
Pertama soal bedong dan gurita. Saya nggak mau Bebe dibedong dan digurita karena semua pendapat modern bilang nggak perlu. Ibu saya maksa ingin bedong dan gurita. Berantemlah setiap hari selama kurang lebih 3 minggu pertama. -______- Untuk gurita saya masih toleranlah asal nggak diiket kenceng. Tapi bedong?
Berantemnya dengan cara kalau ibu pegang Bebe, sebisa mungkin dibedong. Begitu saya liat, saya lepas. Ibu liat, Ibu bedong lagi. Saya lepas lagi. Terus aja sampai dan ibu nyerah sambil sedih-sedih bilang: "ya udah terserah mbak aja!" Dan saya yang ngambek juga: "ya emang terserah aku!" -______-
Gimana dong, kalau saya nurut-nurut aja, nggak maju-maju ini endonesiah! *naon*
Dan banyaaakkkk lagi common sense perbayian dari ibu dan nenek yang "dipaksakan" ke saya. Tentu ditolak mentah-mentah karena terbukti mitos. Di antaranya:
- Nggak boleh makan es nanti ASI nya dingin dan lidah bayi putih-putih (kagaaaa ada hubungaaannnn. Dikata ini toket macam kulkas keles, bisa dinginin ASI)
- Baru melahirkan nggak boleh tidur siang (gue make sure tidur siang sebanyak mungkin!)
- ASI awal harus dibuang dulu karena basi (what the?)
- Sekali nenen harus gantian kanan kiri karena kanan makanan kiri minuman (atulah teori macam apa ini?),
- Baju bayi jangan direndem kelamaan nanti anaknya masuk angin. (yaampooonnnnn)
Endebrei endebrei. Buanyak. Nggak masuk akal. Mau kabur aja dari rumah fix. *lebay*
Apalagi nenek saya. Yang ngasih makan anak-anaknya dengan bubur tepung beras di hari keempat. Bayi 4 hari cuuyyy, dikasih bubur. Mending ibu saya dulu nggak nurut, jadi saya baru makan bubur di umur 4 bulan. Dulu kan standar MPASI memang 4 bulan, bukan 6 bulan kaya sekarang.
Nenek saya pas lagi main ke rumah pas umur Bebe sebulanan, risih banget kayanya liat Bebe nenen sejam sekali.
Kata nenek: "Udah kasih makan bubur aja. Biar tidurnya bisa lama. Daripada repot seharian cuma nenenin aja."
Saya: *menjelaskan bahwa saya nggak ngerasa repot menyusui dan bahaya MPASI dini*
Nenek: "Ah nggak akan apa-apa, kan buburnya lembut. Atau kasih pisang aja!"
Saya: *anter nenek pulang*
-______-
Masalahnya ya, kalau udah urusan cucu, ibu saya yang paling gaul, berjiwa muda, dan rock n roll aja bisa mendadak dangdut jadi konservatif. Padahal udah dijelasin baik-baik lengkap dengan segala literatur ilmiahnya, teteeppp aja keukeuh saya harus nurut berbagai mitos ituuhhh. *jambak rambut sendiri*
Menang nggak semua sih, ada banyak juga yang ibu setuju. Kaya lepas sarung tangan di umur 2 bulan, Bebe nggak makan lagi setelah jam 6 sore, Bebe nggak boleh nonton TV, dll. Tapi yang beda pendapatnya juga banyak. Dan repotnya kami sama-sama keras kepala.
Jadilah saya menunggu-nunggu waktu cuti habis. Biar bisa di Jakarta dan ngasuh Bebe dengan cara yang saya dan JG sepakati. Dan jauuhhh lebih menenangkan dan menyenangkan. Saya bersyukur bisa tinggal jauh dari orangtua. Bersyukur bisa mengunjungi mereka sebulan sekali.
Meskipun ya ruepot luar biasa. Saya udah minus 1 kg dari berat badan sebelum hamil. JG udah minus 10 kg dari berat badan sebelum nikah. Bayangin aja kerja office hour plus ngurus anak dan rumah tanpa mbak dan tanpa baby sitter. :)))))
Beda sekali kalau lagi di Bandung, saya cuma leyeh-leyeh doang. Nggak perlu mikirin masak dan ngurus rumah. Tapi yaaa menikmati sekali mengurus anak tanpa intervensi di Jakarta.
Ini nih sekarang aja lagi liburan di Bandung seminggu. Entahlah kenapa ngepas banget sama Bebe nggak mau makan sama sekali. Padahal biasanya makan lahap selalu habis. Saya dan ibu maksa makan Bebe yang udah ah uh kesel karena dipaksa.
Ayah: "udahlah, nggak usah dipaksa, kasian!"
KASIAAANNN malahan masa dua hari cuma makan sesuap dua suap. T_____T
Dan ini rupanya terjadi sama hampir semua orang. Tiap hari di grup Facebook Sharing ASI/MPASI, pasti adaaaaa aja yang curhat sedih karena anaknya diem-diem dikasih MPASI dini sama mertua lah, anak kejang dikasih kopi sama neneknya lah, blablabla. Padahal segala kegalauan itu solusinya satu: keluar dari rumah, tinggal tanpa orang tua, urus anak dengan cara sendiri.
Lagipula saya ada contoh nyata. Anak pertama Teteh (kakak JG) diurus sama mertua (neneknya) karena waktu itu Teteh kerja. Manja luar biasa. Anak nenek. Sekarang umur 4 tahun kalau malem masih pake diapers, masih ngedot. Anak kedua diurus sendiri sama Teteh yang memutuskan berhenti kerja. Sejak umur setahun udah mandiri dan udah lepas diapers sama sekali. Minum udah pake sippy cup.
Jadi saya udah sepakat sama JG, Bebe akan terus di daycare. Kami berdua menolak pola asuh kakek nenek. Lagian, anak-anak daycare itu biasanya sociable dan nggak takut ketemu orang. Kalau lagi nggak mood, mereka akan jutek, bukannya nangis saat ketemu orang baru.
Karena bagaimana pun, sekali lagi, pola asuh orang tua dan pola asuh nenek kakek itu pasti beda.
Di usia nenek kakek, cucu nangis itu hampir selalu dianggap mengganggu jadi gimana pun harus berhenti. Dibujuk dari gendong sampai jajan. Di usia orang tua, anak nangis itu ada berbagai kemungkinan. Apakah harus dibujuk? Atau harus didiamkan untuk belajar self soothing dan belajar kalau nangis bukan senjata?
Di usia kakek nenek, anak makan harus habis gimana pun caranya. Termasuk sambil nonton TV atau sambil jalan-jalan sambil digendong jarik. Ada pun yang malah nggak mau maksa cucu makan dengan alasan takut trauma kalau dipaksa. Kuruslah itu cucunya. Ada juga yang nggak mau maksa cucunya gosok gigi karena cucu selalu nangis tiap gosok gigi.
Kalau kata Ustaz Aam Amirudin, kekurangan mengasuh bersama kakek nenek adalah konsistensi. Misal orang tua melarang makan coklat. Kakek nenek membela dengan "bolehlah, sedikit aja". Anak jadi bingung harus menurut siapa? Kasus seperti ini menurut psikolog (waktu konsultasi di daycare) akan mendorong anak berbohong dan jadi kongkalikong dengan kakek nenek.
Tapi pasti ada sih kakek nenek yang strict dan disiplin. Bersyukurlah kalian yang punya orangtua/mertua yang disiplin dalam mengurus cucu. Bersyukur juga kalian yang anaknya kalem, santai broh di mana pun berada jadi kakek nenek nggak capek urusnya. Bukan yang butuh perhatian 100%, heboh melintir-lintir lihat pegang sana-sini kalau di mobil, nungging-nungging di atas bouncer, dan lempar-lempar barang dari high chair. *alias si Bebe -____-*
Eh tapi gini-gini saya juga galau loh waktu hamil. Ada khawatir karena akan taro Bebe di daycare. Tapi opsi lainnya hanyalah pakai baby sitter bersama ibu saya di Bandung. Kasihan ibu saya pasti capek karena Bebe super aktif. Kasihan juga Bebe cuma ketemu saya dan JG saat weekend aja. Kasihan juga sama saya dan JG capek tiap weekend harus mem-Bandung. Kasihan juga saya nggak bisa nenenin Bebe tiap saat. Nggak sehatlah intinya.
Juga demi kewarasan saya dan JG karena nggak perlu debat sama ortu masing-masing soal anak, tinggal jauh dari orang tua jadi solusi. Juga diskusi dengan daycare tentang pola pengasuhan. Diskusi dengan psikolog tentang tumbuh kembang anak.
(Baca: Tentang Menitipkan Anak di Daycare)
Karena menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup. Kami selalu butuh saran, tapi tidak dengan paksaan. :)
Jadi memilih mengasuh anak sendiri atau diasuh nenek dan kakek? Your choice. :)
-ast-