---ternyata masih sempet nulis. lol. postingan penutup sebenernya posting yang sebelum ini. dibaca ya!---
Semua orang punya cita-cita masing-masing ya akan seperti apa hari pernikahan mereka. Apalagi cewek-cewek, banyak banget yang ingin jadi princess sehari. Nggak salah, tapi saya juga punya pernikahan impian saya sendiri.
Sayangnya, pernikahan impian ini nggak cocok sama ekspektasi banyak orang. Ini bikin capek, capek karena harus menjelaskan berulang kali. Apalagi ayah saya temennya banyak sekali. Ibu saya juga. Mereka berdua orang-orang yang aktif di mana-mana. Pertanyaan semua orang sama: "Ayah kan temennya banyak. Ko nikah nggak undang-undang sih! Aneh!" *dikata negara, punya undang-undang* -______-
Dulu sekali waktu ayah masih ngotot ingin nikahin saya di gedung, ayah dan ibu udah punya list undangan. SERIBU DELAPAN RATUS undangan aja. Dikali dua jadi 3600 orang. Itu baru keluarga dan teman ayahibu. Mikirin akan ketemu minimal 3600 orang dalam empat jam resepsi belum apa-apa udah bikin saya stres.
Waktu ayahibu setuju untuk nikah di rumah, mereka siap dengan segala risikonya. Termasuk menjelaskan pada semua orang bahwa nikahan saya ini "beda".
"Maaf sekali ini pernikahannya tidak lazim, tapi konsep seperti ini permintaan anak saya sendiri," ayah selalu bilang begitu. Pada tetangga, pada semua orang yang bertanya.
Ini lama-lama bikin saya kesal. Kenapa pada pengen banget sih diundang? T_____T Selain keluarga, JG dan keluarga, saya merasa tidak didukung siapa-siapa dengan konsep ini. Padahal ini cita-cita saya dan JG sejak awal pacaran.
Sindiran muncul luar biasa banyak gara-gara tidak diundang. Gara-gara mempertanyakan kenapa menikah tapi nggak resepsi. Di lingkungan saya dan JG memang semua yang menikah PASTI resepsi.Pokonya saya dan JG merasa jadi orang aneh sedunia cuma gara-gara nikah ingin akad doang. :"|
Sampai tadi sore.
Tadi sore di rumah saya pengajian. Syukuran sih tepatnya. Nggak ngaji tapi ada tausyiah dari ustad, kata ustad konotasinya negatif gini ya. Tapi ini ustadnya ustad pinter ko, doktor hukum dari Unpad. Dua kalimat pertama dia bikin saya terharu.
Saya bukan perempuan solehah, berjilbab pun tidak. Jauh sepertinya dari solehah *sadar diri*. Tapi pak ustad bilang, dia baru saja googling tentang tata cara dan konsep pernikahan.
"Konsep pernikahan yang disebut tidak lazim ini menurut saya syar'i sekali. Ada sepuluh hal yang menunjukkan pernikahan sesuai agama dan menurut saya konsep seperti ini yang paling sesuai, semoga bisa jadi contoh untuk orang lain," katanya.
*tears*
Saya lupa sepuluh hal itu tapi di antaranya adalah syukuran, bukan resepsi karena katanya resepsi itu bagian dari bermewah-mewah. Undangan semurah mungkin karena akan jadi sampah, undangan saya kurang murah apa, cuma kartu aja. Tidak ada hiburan, karena entahlah pokonya menurut doi nggak boleh ada hiburan macam live band gitu. Saya melirik beberapa ibu yang sudah menikahkan anaknya dengan resepsi besar-besaran. Juga yang melulu bertanya kenapa tidak resepsi. Apa mereka tersindir?
Tujuh bulan sejak lamaran saya dan JG berkutat menjelaskan pada semua orang dan ternyata jawabannya sebenarnya gampang. Jawaban ini saya yakin tidak akan dibantah orang: nikah sesuai syariat agama. *kan kalau gue yang ngomong kaya becanda*
Tapi memang saya tidak ada tujuan atau terpikir soal agama *musyrik lol*. Saya mau akad karena saya stres harus berdiri di depan 3600 orang. Saya mau undangan saya sederhana karena biar murah aja ya kan. Saya nggak mau pake live band karena ngapain juga sik nikahnya kan akad doang.
Setelah mendengar penjelasan pak ustad itu akhirnya saya jadi sedikit tenang. Bahwa saya dan JG sama sekali tidak aneh. Bahwa pilihan dan cita-cita kita berdua ini akhirnya dianggap tepat oleh orang lain. :'))
Okaylah, tidur dulu. Need my beauty sleep karena anehnya sampai sekarang saya nggak nervous sama sekali. Hahaha! Jangan lupa baca postingan yang sebelum ini ya!
-ast-
Semua orang punya cita-cita masing-masing ya akan seperti apa hari pernikahan mereka. Apalagi cewek-cewek, banyak banget yang ingin jadi princess sehari. Nggak salah, tapi saya juga punya pernikahan impian saya sendiri.
Sayangnya, pernikahan impian ini nggak cocok sama ekspektasi banyak orang. Ini bikin capek, capek karena harus menjelaskan berulang kali. Apalagi ayah saya temennya banyak sekali. Ibu saya juga. Mereka berdua orang-orang yang aktif di mana-mana. Pertanyaan semua orang sama: "Ayah kan temennya banyak. Ko nikah nggak undang-undang sih! Aneh!" *dikata negara, punya undang-undang* -______-
Dulu sekali waktu ayah masih ngotot ingin nikahin saya di gedung, ayah dan ibu udah punya list undangan. SERIBU DELAPAN RATUS undangan aja. Dikali dua jadi 3600 orang. Itu baru keluarga dan teman ayahibu. Mikirin akan ketemu minimal 3600 orang dalam empat jam resepsi belum apa-apa udah bikin saya stres.
Waktu ayahibu setuju untuk nikah di rumah, mereka siap dengan segala risikonya. Termasuk menjelaskan pada semua orang bahwa nikahan saya ini "beda".
"Maaf sekali ini pernikahannya tidak lazim, tapi konsep seperti ini permintaan anak saya sendiri," ayah selalu bilang begitu. Pada tetangga, pada semua orang yang bertanya.
Ini lama-lama bikin saya kesal. Kenapa pada pengen banget sih diundang? T_____T Selain keluarga, JG dan keluarga, saya merasa tidak didukung siapa-siapa dengan konsep ini. Padahal ini cita-cita saya dan JG sejak awal pacaran.
Sindiran muncul luar biasa banyak gara-gara tidak diundang. Gara-gara mempertanyakan kenapa menikah tapi nggak resepsi. Di lingkungan saya dan JG memang semua yang menikah PASTI resepsi.Pokonya saya dan JG merasa jadi orang aneh sedunia cuma gara-gara nikah ingin akad doang. :"|
Sampai tadi sore.
Tadi sore di rumah saya pengajian. Syukuran sih tepatnya. Nggak ngaji tapi ada tausyiah dari ustad, kata ustad konotasinya negatif gini ya. Tapi ini ustadnya ustad pinter ko, doktor hukum dari Unpad. Dua kalimat pertama dia bikin saya terharu.
Saya bukan perempuan solehah, berjilbab pun tidak. Jauh sepertinya dari solehah *sadar diri*. Tapi pak ustad bilang, dia baru saja googling tentang tata cara dan konsep pernikahan.
"Konsep pernikahan yang disebut tidak lazim ini menurut saya syar'i sekali. Ada sepuluh hal yang menunjukkan pernikahan sesuai agama dan menurut saya konsep seperti ini yang paling sesuai, semoga bisa jadi contoh untuk orang lain," katanya.
*tears*
Saya lupa sepuluh hal itu tapi di antaranya adalah syukuran, bukan resepsi karena katanya resepsi itu bagian dari bermewah-mewah. Undangan semurah mungkin karena akan jadi sampah, undangan saya kurang murah apa, cuma kartu aja. Tidak ada hiburan, karena entahlah pokonya menurut doi nggak boleh ada hiburan macam live band gitu. Saya melirik beberapa ibu yang sudah menikahkan anaknya dengan resepsi besar-besaran. Juga yang melulu bertanya kenapa tidak resepsi. Apa mereka tersindir?
Tujuh bulan sejak lamaran saya dan JG berkutat menjelaskan pada semua orang dan ternyata jawabannya sebenarnya gampang. Jawaban ini saya yakin tidak akan dibantah orang: nikah sesuai syariat agama. *kan kalau gue yang ngomong kaya becanda*
Tapi memang saya tidak ada tujuan atau terpikir soal agama *musyrik lol*. Saya mau akad karena saya stres harus berdiri di depan 3600 orang. Saya mau undangan saya sederhana karena biar murah aja ya kan. Saya nggak mau pake live band karena ngapain juga sik nikahnya kan akad doang.
Setelah mendengar penjelasan pak ustad itu akhirnya saya jadi sedikit tenang. Bahwa saya dan JG sama sekali tidak aneh. Bahwa pilihan dan cita-cita kita berdua ini akhirnya dianggap tepat oleh orang lain. :'))
Okaylah, tidur dulu. Need my beauty sleep karena anehnya sampai sekarang saya nggak nervous sama sekali. Hahaha! Jangan lupa baca postingan yang sebelum ini ya!
-ast-