Minggu ini banyak peristiwa ya, #SassyThursday mau pilih nulis apa? Selma-Haqy? Ah basi, kurang unik lol. Banyak lah orang yang ninggalin pacarnya dan nikah sama orang yang lebih baik lol. Meskipun nggak perlu dijelasin juga sih, she's trying too hard untuk menjelaskan dan jadinya lucu. 😂😂😂
Tapi nggak, bukan itu. Kali ini kami akan membahas pernikahan yang bikin kaget sejuta manusia. Udah bikin kaget, selalu romantis di Instagram, ehhh kemarin gugat cerai. Yes, A dan E.
Maap yah gue sih hampir nggak pernah sebut nama karena nggak enak aja hahahahaha. Untuk nama silakan loh ke blognya Nahla. Dia judulnya aja pake nama HAHAHAHAHAHA. Sia-sia gue rahasiain. lol
Iya jadi A ini laki-laki tapi feminin dan E ini perempuan tapi maskulin. Mereka menikah. Ada yang salah?
Sejak awal pernikahan mereka jadi sorotan banget karena entah kenapa orang begitu yakin nikahnya settingan doang. Karena mereka judge dari looks dong yah namanya juga manusia.
Gue sendiri nggak mikirin amat 😂 Maksudnya ya sempet oh wow dia nikah! Karena gue follow Instagram A dari lama, dari Instagramnya rahasia dan followersnya dikit. Di kesempatan tertentu, dia kadang pake baju cewek. Dia juga ikut #LoveWins rally. E juga sebaliknya kan, dia selalu berperilaku seperti layaknya laki-laki. Sampai katanya suntik hormon or something biar ada jakunnya?
Tapi ya gue nggak mikirin banget karena apa kita bisa judge mereka dengan itu? Kan nggak. Ketertarikan manusia pada manusia lainnya, nggak bisa dinilai dari pakaian atau cara dia bersikap. Lebih jauh, seksualitas itu sangat kompleks, nggak bisa dinilai dengan "jika dia berjenis kelamin laki-laki dan dia tidak suka perempuan, maka dia suka laki-laki" NO, tidak sesimpel itu!
Wah ini bisa jadi panjang, tapi intinya nggak sesederhana itu. Nggak sesederhana kalau laki-laki maskulin nggak suka perempuan, artinya dia sukanya sama laki-laki feminin. Nggak, nggak selalu begitu ya. Tapi mari bahas di lain waktu, sekarang saya mau bahas sisi pernikahannya. Menikah untuk siapa?
Karena kalau menilai dari tingkat rese masyarakat Indonesia, urusan nikah ini jadi urusan bersama banget. Ya masa ada artis umur masih belasan, punya pacar umur belum 20 juga, ditanya infotainment "apa ada rencana menikah?" Astaga, kok heboh?
Belum lagi tetangga "bu, kok si Teteh belum nikah juga?" Tetangga satu RT satu RW nanya semua. Ibunya yang sebelumnya santai jadi mulai kepikiran "iya ya kok anak gue nggak nikah?"
Terus di acara keluarga, di nikahan orang, pertanyaan bagi orang-orang yang udah lulus kuliah adalah "kapan nyusul? kapan nikah?"
WOY!
Bagi orang-orang yang tidak teguh pendirian, lingkungan seperti ini akan jadi urgensi sendiri untuk cepat-cepat menikah. "Wah iya ya, kenapa ya gue nggak nikah?"
Padahal nikah itu apa dan bagaimana aja nggak tau. Ini nih yang harus disodori pertanyaan besar, menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?
T________T
Contoh paling sederhana, adik temen JG ngotot ingin resepsi nikah di gedung dan bikin pesta. Padahal orangtuanya bukan yang berkecukupan. Kalau saya jadi kakaknya saya udah larang dia nikah. Karena dia hanya ingin pestanya, dia nggak mengerti apa esensi menikah.
"Kan sekali seumur hidup, boleh dong pengen gede-gedean." Bolehhh, apa juga boleh. Asal nggak memaksakan aja. Memaksa resepsi besar di luar kemampuan itu hanya menunjukkan dia belum cukup dewasa untuk menikah.
Nah itu contoh betapa lingkungan punya pengaruh yang besar atas keputusan seseorang menikah. Karena ditanya "kapan nikah?" itu annoying! Bikin pengen nanya balik "kapan mati?" karena kan emang nggak tau. Apalagi nggak punya pacar dan memang merasa belum siap untuk menikah
Tanya kek "kapan punya rumah?" atau "kapan kuliah S3?" apalah. Kenapa harus nanya "kapan nikah?" seberapa besar efek jawaban itu sama orang yang nanya? Apa mau sumbang uang buat resepsi? Apa mau bayarin biaya melahirkan kalau punya anak? Apa mau bayarin biaya genteng bocor di rumah? Apa mau bayarin psikolog kalau ternyata nikah malah bikin stres? Kalau nggak kenapa harus nanya kapan nikah coba.
(Baca: Ide Basa-basi yang Nggak Akan Bikin Tersinggung. Nggak ada "kapan nikah?"!)
Intinya, gue sih ngeliatnya A dan E mendobrak itu. Ini imajinasi gue aja tapi mungkin mereka capek ditanya-tanya terus. Semacam: woy lo semua mau gue nikah? Nih gue nikah. Puas lo semua?
Gitu.
Terus kenapa cerai?
Untuk menunjukkan bahwa memaksa orang menikah padahal orangnya tidak mau itu TIDAK BAIK! Gitu loh. Apalagi alasan cerainya nggak terlalu jelas kan.
Di imajinasi paling ngaco gue, ini kaya art performance gitu loh. Di mana karya lo menggebrak nilai moral di masyarakat, mengaduk-aduk perasaan orang dengan nunjukkin berbagai kemesraan, dan akhirnya sad ending gitu untuk nunjukkin bahwa standar moral lo semua nggak berarti apa-apa buat hidup gue. Hidup gue ya hidup gue. Pertunjukkan selesai.
Wow. Antara impresif dan sedih. Impresif karena kalau sekarang mereka ditanya lagi sama orang ngeyel "kapan nikah?" kan bisa jawab "udah pernah!"
YASSSS!
Sedih karena kenapa orang bisa sebegitu ikut campur sama keputusan hidup orang lain. Biar aja sih mereka mau nikah, mau nggak nikah. Mau cerai, mau nggak cerai. Yang penting bahagia dan nggak kriminal. Dan nggak narkoba.
Well itu dia. Jadi menikah untuk siapa?
Yuk yang belum nikah pikirin lagi. Apakah kalian menikah untuk performance belaka? Untuk memuaskan ego? Untuk bikin senang orang lain?
Itu aja. Nggak tau lagi mau nulis apa.
See you next week!
-ast-
Itulah ... Memutuskan untuk menikah, berumahtangga, memang harus melalui proses yang puanjaang. Menikah itu kan nggak cuma lu gue suka, cinta, yuk nikah, selesai. Ya kan, mbak Anisa? 😉
ReplyDeletejangan sedih, menikah itu kesempurnaan hidup dan kesempurnaan agama, yang penting masing masing pasangat sudah satu komitment, terpenting lagi saling menutupi kekurangan dan aib, tentunya agama tetep nomor satu secara prinsip..saling mencintai dan menyayangi juga sebagai pondasi :)
ReplyDeletesalam :) karena saya udah nilah 5 tahun hehe
ini siapa yang sedih sih. hahahahaha saya juga udah nikah kali mas :))))
Deletepenyumbang stress terbesar nih, pertanyaan kapan nikah. mau pas jombo, punya pacar, heu...efeknya tetep sama. apalagi wanita, yang ngga bisa ngelamar cowok kalau di negara kita.
ReplyDeletePada dasarnya mulut orang itu suka iseng aja. Hehehehehe. Makanya nanya yang potensi menyakitkan orang lain.
ReplyDeleteRelated post dirimu bagus tuh. Yg tips basa basi instead nanya kapan kawin? :D
Aku mlh gk berani tny kpn nikah, takut orgnya nyuruh bayarin biaya nikah LoL :D
ReplyDeleteSelalu senang baca tulisan Kak Icha karena “ngebuka mata”. Iya sih, dalam banyak hal orang sekarang kadang melakukan sesuatu buat menyenangkan orang lain, biar terlihat wow. Terlalu ikut campur lah ya sama urusan orang lain. Apalagi untuk urusan seprinsipil nikah. Mengesalkan sih emang!
ReplyDeleteHalo mbak Nisa salam kenal. Aku salah fokus sama Selma dan Haqy. Lucu aja, kenapa dia harus menjelaskan tentang pernikahannya?
ReplyDeleteEmang lagi jaman ya sekarang, kalo nikah harus ngejelasin apa alasannya? Hihi...
Kakak pertama blm nikah, Laki 34 thn. Keluarga inti sih nggak heboh tapi perintilannya yg bikin heboh. Bener ya ternyata hidup kita yg jlnin, orang yg komentarin ��
ReplyDeleteMenikah buat menyempurnakan agama..
ReplyDeleteKalau nikah buat siapa? Ya seharusnya buat kebahagian kita dan pasangan kita.
We can't please anyone beib..
Tulisan icha enang ginih 👍👍👍