Begini, menikah sama sekali bukan hal sederhana. Apalagi harus merangkumnya dalam satu kata.
Tapi bagi saya ada satu kata. Kata ini sungguh selalu membuat saya tersenyum dan kadang menarik napas berat. Ya, menikah itu bukan hal yang ringan. Meskipun juga tidak berat.
Baca Menikah dalam Satu Kata menurut Nahla
Saat masih anak-anak, menikah sesederhana punya keluarga. Menikah adalah datang ke pesta pernikahan om dan tante kemudian tak lama mereka punya anak yang jadi teman bermain kita. Hai para sepupu!
Beranjak remaja, definisi menikah mulai jadi sedikit rumit. Baru kenal dengan jatuh cinta, menikah adalah hidup berkeluarga dengan orang yang kita pilih. Mulai juga menyadari kalau ada yang berhenti menikah karena banyak hal. Ayahnya jahat kabur dari rumah, ibunya tega sekali mau bercerai padahal tidak bekerja, kasihan anak-anak. Ya, kasihan anak-anak. Anak-anak itu, teman-teman kita dulu.
Dulu. Sekarang tentu tidak, saya tidak pernah mau judge orang menikah, belum menikah, tidak menikah, atau berhenti menikah. Belum punya anak atau tidak mau punya anak. Siapa yang jahat siapa yang salah.
Semua orang punya pilihan sendiri tapi ketika pilihanmu menikah, tak bisa dihindari ada sebagian hidup yang berubah. Sebagian menjadi lebih bergairah karena membangun keluarga butuh semangat luar biasa. Sebagian menjadi lebih malas karena untuk apa lebih semangat kalau leyeh-leyeh pun bahagia? Kalau tanpa bergerak dari kasur pun sarapan sudah siap sedia? *MAKASIH LOH SUAMIKU* lol
(Baca: Menikah Bukan #lifegoals)
Jadi di usia saya yang ke-28, sudah tiga tahun menikah, apa satu kata yang bisa merepresentasikan pernikahan?
KOMPROMI. COMPROMISE. COMPROMETTRE.
Yang terakhir bahasa Prancis. Just because. Google translate kok tenang aja. Artinya sama kok.
*skip*
kom.pro.mi
[n] persetujuan dng jalan damai atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan -- source
Ya apalagi untuk alpha female seperti saya, konsep pernikahan yang sungguh patriarki itu really, super hard. Oke menikah BISA tidak patriarki tapi para suami naturalnya ingin jadi memimpin. Mungkin karena sejak kecil dibesarkan dengan laki-laki harus kuat (oh well perempuan JUGA), laki-laki harus bisa mengambil keputusan (IYA DAN PEREMPUAN JUGA). Laki-laki harus begini harus begitu yang padahal harus bisa dilakukan semua manusia. Tidak peduli laki-laki atau perempuan.
Padahal saya sudah menikah dengan JG yang well, cukup feminis untuk ukuran suami Indonesia. Kami tidak memakai konsep tugas istri atau tugas suami karena seperti yang JG bilang sendiri, dia mencari istri bukan mencari pembantu.
Jangan tersinggung dulu, kalau kalian istri-istri yang sukarela melayani suami sih ya hebat lah. Dan suami kalian harus appreciate itu, dengan beliin tas baru tiap bulan misalnya 😂 Ya atau beliin apalah yang kalian suka.
Konteks "pembantu" di sini adalah suami-suami yang mau enaknya aja. Misal istrinya kerja, istrinya juga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, diizinkan pake pembantu tapi istrinya yang disuruh bayar gaji karena pekerjaan rumah kan pekerjaan istri! Udah gitu anak mulai usia sekolah istrinya juga yang harus antar jemput. Suami-suami keterlaluan seperti ini loh yang kami maksud dengan "hanya ingin dilayani".
Tapi tetap saja, sudah menikah dengan orang yang saya pilih sendiri pun tetap ada hal-hal yang membuat saya merenung dan berpikir "kenapa menikah sesulit ini? kenapa dulu gue pengen banget nikah sih?" 😂
Apalagi saya bekerja. Alpha female senang bekerja dan menikah itu nggak bisa diwakilkan dengan kata selain kata kompromi. Paling sederhana, saya dan JG sama-sama harus lembur. Siapa yang harus jemput Bebe? Saya.
Sungguh saya masih ingin kerja juga! Tapi ya, saya mengalah dengan suka rela dan pulang lebih cepat untuk menjemput Bebe. Kalian bisa bilang "iyalah lo ibunya!" Lha JG juga bapaknya, apa bedanya?
Dan banyak hal lainnya. Yang wajar sebetulnya karena kami dibesarkan dengan cara berbeda, melewati dua puluh sekian tahun dengan cara berbeda, sebelum akhirnya bertemu dan memutuskan berbagi pengalaman bersama. Meski 90% kami melihat masalah dengan cara sama, ada 10% nya yang benar-benar berbeda dan itu sedih.
T________T
Saya dan JG jarang sekali berbeda pendapat. Jaraaaanggg sekali. Kebanyakan obrolan kami "iya ya? iya juga, iya sih, iya emang ya" makanya kalau tiba-tiba ada yang beda atau nggak setuju tapi prinsipil itu ujungnya hampir pasti berantem. Kalau nggak prinsipil paling lewat doang kan "nggak ya? menurut kamu nggak? okay"
Tapi kalau prinsipil. Sedih.
T________T
Saya belajar untuk diam dan menerima. Saya belajar untuk tidak membahas hal-hal kurang penting. Saya belajar untuk menyadari sepenuhnya bahwa diri saya bukan lagi milik saya sendiri. Bahwa tidak semua hal bisa 100% seperti yang saya mau. Pun membesarkan Bebe. Bahwa semua harus berawal dengan diskusi.
And trust me adek-adek yang belum menikah, it's harder than you think.
Awal-awal menikah saya masih berprinsip kuat kalau semua masalah ya harus dibicarakan. Lebih baik bertengkar tapi semua unek-unek keluar daripada diam dan kesal.
Sekarang tidak. Sekarang saya bisa diam dan tidak kesal lama-lama. Sungguh pencapaian luar biasa. Karena berantem itu capek luar biasa. Belum lagi mengatur emosi supaya tetap di tone bicara normal saat bicara dengan Bebe. Wow susah. Maka saya memilih untuk tidak bertengkar.
Saya memilih menunggu beberapa hari dan kemudian bilang baik-baik. Itu pun lebih baik via chat. Chat bisa dibaca berulang, chat bisa dibaca pelan-pelan. Chat penyelamat hidupku lol. Semoga yang bikin WhatsApp masuk surga ya.
Lagi jarang banget sebenernya berantem karena hal besar. Paling sering dan paling kesal itu berantem cuma karena capek. Capek itu sumber amarah luar biasa ya. Padahal cuma ngomong apa gitu yang sebenernya bisa diketawain, tapi karena lagi capek jadinya tersinggung. Jadinya berantem. Aduh.
Hal-hal besar sih nggak akan saya ceritakan di sini ya, hal kecil aja deh. Misal, JG selalu dengerin lagu kapanpun dia mau, sambil masak atau sambil cuci piring. Saya nggak suka dengerin lagu. Saya dengerin lagu kadang doang kalau lagi kerja karena saya nggak konsen! Apalagi kalau di rumah JG setel lagu, Bebe nonton film. Udah gitu dua-duanya ngajak ngobrol. Bisa dipause dulu nggak sih? Nggak suka banget ngobrol teriak karena suaranya ketutup sama lagu dan film.
Tiga tahun berlalu dan ya udah, nggak bisa dipause ternyata gaes jadi ya daripada berantem maka saya diam dan menerima semua playlist dia. Ini hal terkecil dari kompromi karena kalau mau diberantemin bisa banget. Tapi ah udalah, diem aja. Masa gitu doang berantem? Menjaga emosi itu menjaga kesehatan jiwa banget jadi saya sebisa mungkin nggak emosi sama hal-hal kecil.
Paling susah kalau lagi mens. Huhuhu. Saya benci kalah sama hormon tapi nangis ajalah biar kalau lagi mens mah. Daripada berantem lebih baik nangis. Itu prinsip hidup HAHAHAHA.
(Baca: Tips Mengurangi Berantem dengan Suami)
Maka menikahlah setelah melalui proses panjang wawancara! Jangan menikah tanpa kalian tahu bagaimana pola pikirnya terhadap hal prinsipil. Karena jika tidak, kalian akan menghabiskan sisa hidup dengan berusaha menerima perbedaan pendapat. Itu melelahkan dan bikin stres!
Nggak heran banyak istri-istri yang mengeluhkan suaminya di socmed. Kasian, sudah tidak tahu lagi mau cerita pada siapa jadi bikin status biar unek-unek bisa keluar. Sini peluk, huhu.
Banyak juga group Facebook yang berbasis curhat untuk para perempuan. Saya pernah join beberapa hanya karena ingin tahu. Isinya ya gitu, curhat istri-istri suami saya begini suami saya begitu. Kemudian saya left group karena ngapain deh ah.
T________T
Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah karena merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.
Dan hanya setelah menikah saya baru sadar bahwa tidak ada pernikahan yang sempurna. Kalau ada pasangan yang tampak perfect, maka percayalah itu hanya TAMPAK saja. 😂
Apalagi kalau kami dipuji oleh pasangan belum menikah "wah kalian seru banget ya nikah" IYA SERU BANGEEETT. HAHAHAHAHAH. Pasti berujung dengan JG menasihati "udalah jangan nikah buru-buru, pikir-pikir lagi aja" lol sialan.
Kalian tidak mau menikah? Good for you! Nggak apa-apa banget. Nikmati hidup tanpa harus berkompromi. Saya sendiri sampai sekarang bingung kenapa saya mau nikah hahahahahha.
*
Demikian ngalor ngidul hari ini. Dan seperti biasa saya mau ikut nanya, apa satu kata yang paling mewakilkan pernikahan menurut kalian?
Bahagia? OH COME ON, jangan jawaban lame kaya gitu ya. Karena kalau nggak bahagia pikirkan ulang pernikahannya. Cinta? Yaiyalah kalau nggak cinta aku udah kabur ke ujung dunia sis. Ayo kata yang lain yaaa.
Jawab di kolom komentar atau bikin blogpost dan tag saya ya! :)
-ast-
Jadi teringat impian pernikahanku waktu masih kecil. Pengennya kaya di dongeng dongeng
ReplyDeleteBetul semua kata Mbak Anisa. :p
ReplyDeleteEnaknya menikah bagi wanita itu yaaaa ada yang ngasih duit belanja. :v Selain itu, saya rasa semua sudah tahu. :p Hehehehehe
ReplyDeleteAku juga kalo ditanya "kenapa mau nikah sama aku?" Sama suami gak bisa jawab, soalnya berasa kompleks aja di kepala jawabannya
ReplyDeleteMenikah itu adjustment buat aku mah. Itu aje udah,, mahahahaha da apalagi coba? Yang penting bisa bulak balik ke bandung dan suami ridho. Beres idup wo 😂😂
ReplyDeletekok baca malah bikin saya gak mau nikah ya?? btw saya ada rencana nikah tahun ini.. tp masih ragu,, yah ragu seputar kewajiban yg harus di dikerjakan, sementara saya punya impian menjadi wanita karir, sementara calon suami ga mengizinkan kerja,, saya stress blm nikah juga
ReplyDeletebaca-baca dulu aja tulisan aku dengan tag "tentang nikah". tagnya bisa diklik di bawah video youtube. semoga mencerahkan yaaa. :)
DeleteKalau menurutku pernikahan itu bersabar. Sabar menghadapi kekurangan pasangan dan hal-hal lain yang kadang tidak sesuai dengan kita
ReplyDeleteyaudah..aku bakal jawab. ini topik yg lagi 'in' banget di otakkku. aku jawab pakai postingan wkkwkw
ReplyDeleteKalau harus satu kata, aku jawab KOMITMEN. Meski dalam perjalanannya harus selalu diperjuangkan dan diperbarui. Ada saatnya kita merasa sangaaat berat untuk bisa berkomitmen. Pun dengan kompromi. Ya kan, Cha? :D
ReplyDeleteSatu kata untuk menikah? Wtf kalo saya, hahaha... Eh itu tiga kata ding ya
ReplyDeleteSemacam bersyukur banget masih single baca ini. Haha. Gak seasyik kelihatannya ya Kak Icha. Harus nemuin orang yg benar-benar tepat. Yah bakal lelah jiwa raga dong kalo harus nelan perbedaan mulu. Kayaknya nikah itu beraaaat!!
ReplyDeletePERCAYA.
ReplyDeleteIya itu satu kata mutlak ttg pernikahan menurut aku ya kak.
Karena jujur aja saat ini aku belum menikah dan sedang menanti jodoh 😁😁
Alasan lain, aku takut menikah itu jadi membatasi dan mengekang aku karena sempat dekat dgn beberapa pria dan mereka maunya aku diam di rumah saja padahal kan kan kan -,-
Masih ada ibu yg menjadi tanggungjawab aku jadi aku masih perlu bekerja punya penghasilan sendiri.
Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah karena merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.
Thanks bgt kak ichaa utk kalimat di atas, semoga diriku bisa mendapatkan pasangan hidup seasik kak JG yg selalu percaya dan support ka icha..
Aamiinn aamiinn aaamiiinnn 😇
"Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah karena merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru."
ReplyDeleteAaah... setuju banget.
Suka sebel, kalo liat dedek-dedek early 20s galau, "Kapan jodoh datang", "Pengen Segera menikah.
*LOL* menikah itu bukan pintu lifegoals! Butuh komitmen besar, tanggung jawab, dan persiapan mental.
Apalagi kalo langsung hamil, bahaya banget kalo nggak siap.
Ah, jadi pengen nulis juga, nanti deh kalo udah ketemu moodnya XD hahaha.
Sukaaaaa sama tulisan ini mbaaa. Aku setuju menikah = kompromi. Tapi kalo disuruh pilih kata lain, maka aku akan memilih "memahami". Menurutku gak gampang sih memahami pasangan, mau udah pacaran bertahun-tahun juga gak menjamin bakal sepenuhnya paham. Berdasarkan pengalaman pribadi sih ini hehehe.
ReplyDeleteDan bener kata mba icha, aku terakhir-terakhir malah jadi lebih banyak diem dan berusaha ngerti aja. Males berantem, males ribut. Padahal mah awal-awal ada masalah apa juga dibahas terus sampe kelar, yang gak akan ketemu solusinya juga sih kalo dibahas lagi emosi. Tapi setelah dipraktekkan, ada masalah bawa diem dan dibahas saat udah tenang itu justru bikin masalahnya cepat kelar. :D
yups... menikah itu segala hal ya mba, terutama kompromi.
ReplyDeletesaling menghargai perasaan satu sama lain. mendengarkan dan memahami. sabar.... dll lah yah.. suka sama artikel ini.
Berusaha saling membahagiakan.. Berusaha terus deh �� Kan mau bahagia dunia akhirat. Kita sama2 usaha, lewat saling nerima, saling melengkapi dan banyak lagi hihiiii
ReplyDeletemenikah itu responsibility mba :)
ReplyDeletemaksudnya apapun motivasi menikah dulu, kalo udah jadi ya udah tanggungjawab sama pilihan & keputusan kita. apalagi kalo udah ada anak
Baru baca...pengen komen aja, Kalo buat saya jika ditulis dalam satu kata, Menikah itu sama dengan belajar...karena dengan menikah kita jadi: belajar mencintai pasangan apa adanya(menurunkan ego demi kepentingan bersama) ,belajar komunikasi lebih baik untuk mendapatkan win-win solution, belajar memahami sepanjang hayat ga cuma ke pasangan hidup tapi juga ke anak hasil pernikahan...belajar tanggung jawab jadi istri/suami yang lebih baik dr hari ke hari, belajar jadi orang tua yang lebih baik tiap harinya, belajar mengelola perasaan yang...antara harapan dan kenyataan kadang ga sejalan,belajar praktek beribadah bersama dalam bingkai pernikahan bersama pasangan sepaket dengan buah hati hasil dr pernikahan kita buat sepanjang hidup...dan yg namanya belajar pasti pernah melalui proses salah,ga mungkin selalu benar dgn nilai sempurna 100. bisa stabil di target 80-90 aja udah prestasi...
ReplyDelete