Kapan terakhir kali kamu ditanya apa agamamu di dunia ini?
Saya seminggu yang lalu, saat anak saya ke rumah sakit karena demam. Mengisi form isian pasien, ada kolom agama tertera. Suami saya nyeletuk pada petugas rumah sakit "mas, anak saya belum tahu agama dia apa, saya harus isi apa?" Petugas itu terdiam setengah terkejut.
Suami saya tertawa dan petugas menarik napas lega, menganggap suami saya bercanda. Tapi bagaimana bisa bayi ditanya agamanya apa? Bagaimana dengan orang yang tidak beragama? Apa yang harus dia tulis di sana? Mengapa rumah sakit bertanya agama?
Di Indonesia saya tidak tahu jawaban tepatnya. Mungkin sesederhana kalau pasien meninggal, sudah jelas akan diperlakukan bagaimana. Itu satu. Tapi saya masih penasaran dan kembali browsing. Kali ini dengan bahasa Inggris. Ternyata alasannya beberapa, selain bisa minta request pemuka agama untuk menemani berdoa, yang terpenting adalah diet khusus karena agama tertentu tidak makan makanan tertentu.
Ah ya, masuk akal. Setidaknya untuk akal saya.
*
Isu agama ini sedang kencang berhembus maka kami pun jadi agak sensitif kalau ada pertanyaan seputar agama. Apalagi dari institusi kemanusiaan seperti rumah sakit, saya kan jadi membayangkan hal-hal aneh seputar orang dari agama lain tidak diterima masuk rumah sakit. Mungkin nggak?
Jujur, sebagai pemeluk agama mayoritas di negeri ini, saya akhir-akhir jadi sering merasa risih. Hanya karena digoyang isu Pilkada, kaum Muslim (khususnya di social media dan chat group) seperti kehilangan sopan santun.
Belum lagi banyak sekali yang share hoax dan kebencian. Berita nggak jelas awal mulanya di-share dengan kalimat yang sama menggebu-gebunya. Atau justru di-share dan istigfar, padahal isinya entah benar entah tidak.
Dan ini terjadi pada semua lapisan sosial, bukan hanya dari kalangan yang tidak berpendidikan. Tidak masuk dalam nalar saya ada orang yang kuliah master sampai luar negeri tapi share berita dari situs abal-abal yang penulisnya entah siapa, kantornya entah di mana. Bagaimana mungkin mampu lulus kuliah tapi tidak mampu menyaring mana berita yang masuk akal mana yang tidak? Mengapa seperti diliputi kebencian yang amat sangat?
Saya gerah, sungguh. Timeline saya sebetulnya cukup aman dari status-status bernada melecehkan agama lain tapi ada saja yang tidak sengaja terbaca. Biasanya dari kolom komentar orang dan saya bingung maksudnya apa? Mungkin tidak sadar karena terbuai topik "pemimpin kafir"?
Contohnya beberapa hari lalu. Ini mungkin contoh paling sederhana. Di status seorang teman, Muslim, ibu-ibu sedang mengobrol. Topiknya tentang pak mantan. Entah kenapa jadi ada pembicaraan soal babi. Ya, sungguh tidak nyambung bukan?
"Mereka mah babi aja dimakan ..."
???
Duh, memangnya kenapa kalau agama lain membolehkan orang makan babi? Jijik karena haram? Orang lain ada yang menganggap makan ceker ayam juga jijik lho. Makan jeroan juga jijik karena penyakit semua.
Lagian kan bukan cuma Islam yang melarang makan babi. Agama lain malah ada yang melarang makan binatang sama sekali, makanya banyak aliran agama yang mengharuskan atau menyarankan pemeluknya vegetarian. Yahudi aja nggak boleh lho makan babi. Iya, haram.
Atau logika yang lebih pusing lagi, kemarin ada yang komen begini di status teman saya (saya copas):
"Ada orang munafik yg berbuat baik kpd muslim, kemungkinan 1. Menginginkan massa pendukung yg kbtln mayoritas, 2. Mengejar kekuasaan 3. Untuk memecah belah umat (krn ada pihak yg dibikin enak, utang budi) Enggak mungkinlah ahok berbuat baik hanya mengharap pahala dari Alloh azza wa jalla yg jelas2 dia tidak mempercayainya??"
Orang yang tidak percaya Tuhan tidak mungkin berbuat baik?
Terbayang orang-orang yang satu agama dengan pak Ahok mungkin akan geleng-geleng kepala karena mau berbuat baik pun dianggap tidak mungkin? Hanya karena percaya Tuhan yang berbeda?
Apa dia nggak tau banyak sekali orang di dunia ini yang tidak percaya Tuhan itu ada dan mereka tetap berbuat baik demi kemanusiaaan? Berbuat baik dan tidak berharap pahala bisa banget lho. Jadi sukarelawan sana-sini, volunteer sampai ujung Afrika demi bantu orang kelaparan. Dan mereka tidak beragama, tidak terpikir soal pahala.
Saya juga jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang ini tidak mengenal orang baik yang beragama lain? Orang baik yang atheist? Orang baik yang agnostic? Orang baik yang deist?
Sindiran "mainnya kurang jauh" itu jadi makin terasa bukan lelucon lagi. Mungkin memang mainnya kurang jauh jadi cuma tau agama sendiri dan agama yang lagi dibenci orang-orang aja. Agama lain itu kan tidak sesederhana Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Apalagi kalau lihat agama orang-orang sedunia, waduh terlalu sesak kalau agama dan kepercayaan hanya dibatasi oleh enam koridor seperti yang diakui negara kita.
Agama itu banyaaakkk sekali. Alirannya juga banyak. Para pengikutnya tentu merasa agama yang mereka peluk itu benar. Tidak usah saling membantah. :)
*
Sebetulnya, *tarik napas dulu* saya tidak peduli pilihan gubernur kalian siapa. Itu urusan pribadi kalian dengan bilik suara. Pilih gubernur melihat agamanya silakan, pilih gubernur lihat rekam jejak silakan, aliran pemercaya gubernur bukan pemimpin juga silakan.
Yang saya sedih adalah, banyak yang jadi terpancing untuk menghina pemeluk agama lain. Hanya karena satu orang "menghina agama Islam" kemudian jadi pembenaran bagi para pemeluk Islam untuk menghina agama lain. Kan tidak begitu sis dan bro.
Kalian tidak terima ada orang menghina agama yang kalian peluk tapi kalian sendiri JUGA menghina agama lain. Jadi menghina agama lain boleh tapi kalau agama kita dihina kita marah? Itu sama halnya dengan kalian memarahi anak yang merebut mainan dari anak kalian, tapi ketika anak kalian merebut mainan anak lain kalian tidak marahi. Double standard, at its worst!
Seperti pak haji yang teriak akan memberi uang satu miliar untuk yang bisa membunuh Ahok. Kalau an eye for an eye and a tooth for a tooth diambil literal begitu mah banyak orang buta dan ompong di dunia ini, serem dong. Satu orang bunuh orang lain. Keluarga yang dibunuh balas membunuh, balas-balasan membunuh terus sampai manusia punah.
Sungguh agama tidak mendefinisikan manusia.
"Kita bela agama, kalau tidak begini Kristenisasi semakin merajalela!" Oh, bela agama sejak Pilkada kemarin ini bagian dari Islamisasi? Membuat orang ingin masuk Islam kah?
Malah teman-teman non-muslim bertanya:
"Kalau mau jadi ustaz di Islam itu syaratnya apa ya? Kok banyak ustaz share kebencian dan hoax."
...
krik krik
...
NGGAK ADA.
Semua orang bisa jadi ustaz. Self-proclaimed juga bisa, belajar agama dan hafalin ayat biar bisa kutip sana sini maka anda bisa melayakkan diri jadi ustaz. Coba jadi pastor atau pendeta, level yang harus dilalui banyak sekali. Dari sekolah seminari sampai wawancara ini itu. Nggak gampang.
Jadi tolonglah jangan mudah percaya dan mengutip ustaz A ustaz B, pilih ustaz kalian baik-baik karena semua orang juga bisa jadi ustaz.
Eh setelah jadi ustaz malah share hoax. Ceramah di mesjid bawa-bawa partai, bawa-bawa "jangan pilih pemimpin kafir". Suami saya menghitung benar, sejak urusan pilkada ini salat Jumat selalu disisipi unsur politik. Tapi ketika turun ke jalan teriaknya "kami bela agama, ini bukan masalah politik!" Ya gimana, sejak awal urusan agamanya dicampur sama politik kok.
Ibu saya malah terang-terangan diminta memilih satu partai tertentu saat Pilpres lalu! Di pengajian! Saya nggak habis pikir gimana caranya lagi mengkaji Al-Quran terus tiba-tiba pak ustaz bridging ke nama partai.
T______T
Saya tidak bilang semua ustaz seperti itu makanya pilih guru agama kalian baik-baik. Lihat latar belakangnya, belajar agama di mana, sudah belajar berapa lama. Banyak kok ustaz-ustaz yang tidak menyebut diri sendiri dengan sebutan agamis (seperti ustaz, habib, dan lain-lain) tapi justru teduh, damai, dan tentu tidak share hoax apalagi kebencian. :)
*
Kalau sudah begini "pemakluman" saya cuma satu. Umat Islam di negeri ini merasa superior karena agama mayoritas. Jadinya lupa lah pada Pancasila, lupa kalau negara ini bukan negara yang berbasis agama. Bhinneka Tunggal Ika mah lupa, auk ke mana.
Saya jadi khawatir sekali lama-kelamaan isu agama ini melebar dan jadi mengkotak-kotakkan kehidupan sosial lebih parah lagi. Mau belanja ke pasar, nanya dulu agama penjualnya apa? Atau terparah malah dipisahkan pasar muslim dan non-muslim. Install ojek online ditanya agama apa biar sesuai diantarnya sama yang se-agama. Lebay? Kecenderungannya ke sana loh. :(
Padahal hubungan vertikal adalah hubungan yang paling pribadi. Hubungan vertikal itu penting tapi horizontal juga tak kalah pentingnya.
Nggak bisa kita men-judge seseorang taat beragama hanya dari bajunya yang tertutup dan longgar. Nggak bisa juga kita men-judge seseorang kafir hanya karena baju dan celananya ketat. Yang berhak menilai kadar keimanan seorang manusia bukan manusia lain. Ya? Ya.
Apa gunanya pakai atribut agama tapi hati dipenuhi kebencian? Dipenuhi kecurigaan? Merasa paling benar, merasa paling hebat sampai berani menyindir orang yang berbeda kepercayaan.
Ayolah kita hidup damai. Tanpa mengecilkan orang apalagi agama lain. Saling menghargai apapun agamanya, sukunya, rasnya, warna kulitnya. Pisahkan urusan memilih gubernur dengan urusan lain. Karena sungguh, urusan Pilkada ini urusan remeh dibanding perpecahan negara hanya karena kita tak bisa menjaga emosi di dunia maya.
Hidup bersosialiasasi pasti lebih indah kalau saling bahu membahu, saling membantu, saling melihat kebaikan masing-masing dan bukannya terus menerus mencari kejelekan orang lain. Ayo berpegangan tangan kaya di buku PPKN zaman dulu, baju daerah boleh berbeda-beda tapi tangan saling bertaut dan tersenyum mengelilingi bola dunia. :))))
*
Kapan terakhir kali kamu ditanya apa agamamu di dunia ini? Siapa yang bertanya?
-ast-
Saya seminggu yang lalu, saat anak saya ke rumah sakit karena demam. Mengisi form isian pasien, ada kolom agama tertera. Suami saya nyeletuk pada petugas rumah sakit "mas, anak saya belum tahu agama dia apa, saya harus isi apa?" Petugas itu terdiam setengah terkejut.
Suami saya tertawa dan petugas menarik napas lega, menganggap suami saya bercanda. Tapi bagaimana bisa bayi ditanya agamanya apa? Bagaimana dengan orang yang tidak beragama? Apa yang harus dia tulis di sana? Mengapa rumah sakit bertanya agama?
Di Indonesia saya tidak tahu jawaban tepatnya. Mungkin sesederhana kalau pasien meninggal, sudah jelas akan diperlakukan bagaimana. Itu satu. Tapi saya masih penasaran dan kembali browsing. Kali ini dengan bahasa Inggris. Ternyata alasannya beberapa, selain bisa minta request pemuka agama untuk menemani berdoa, yang terpenting adalah diet khusus karena agama tertentu tidak makan makanan tertentu.
Ah ya, masuk akal. Setidaknya untuk akal saya.
*
Isu agama ini sedang kencang berhembus maka kami pun jadi agak sensitif kalau ada pertanyaan seputar agama. Apalagi dari institusi kemanusiaan seperti rumah sakit, saya kan jadi membayangkan hal-hal aneh seputar orang dari agama lain tidak diterima masuk rumah sakit. Mungkin nggak?
Jujur, sebagai pemeluk agama mayoritas di negeri ini, saya akhir-akhir jadi sering merasa risih. Hanya karena digoyang isu Pilkada, kaum Muslim (khususnya di social media dan chat group) seperti kehilangan sopan santun.
Belum lagi banyak sekali yang share hoax dan kebencian. Berita nggak jelas awal mulanya di-share dengan kalimat yang sama menggebu-gebunya. Atau justru di-share dan istigfar, padahal isinya entah benar entah tidak.
Dan ini terjadi pada semua lapisan sosial, bukan hanya dari kalangan yang tidak berpendidikan. Tidak masuk dalam nalar saya ada orang yang kuliah master sampai luar negeri tapi share berita dari situs abal-abal yang penulisnya entah siapa, kantornya entah di mana. Bagaimana mungkin mampu lulus kuliah tapi tidak mampu menyaring mana berita yang masuk akal mana yang tidak? Mengapa seperti diliputi kebencian yang amat sangat?
Saya gerah, sungguh. Timeline saya sebetulnya cukup aman dari status-status bernada melecehkan agama lain tapi ada saja yang tidak sengaja terbaca. Biasanya dari kolom komentar orang dan saya bingung maksudnya apa? Mungkin tidak sadar karena terbuai topik "pemimpin kafir"?
Contohnya beberapa hari lalu. Ini mungkin contoh paling sederhana. Di status seorang teman, Muslim, ibu-ibu sedang mengobrol. Topiknya tentang pak mantan. Entah kenapa jadi ada pembicaraan soal babi. Ya, sungguh tidak nyambung bukan?
"Mereka mah babi aja dimakan ..."
???
Duh, memangnya kenapa kalau agama lain membolehkan orang makan babi? Jijik karena haram? Orang lain ada yang menganggap makan ceker ayam juga jijik lho. Makan jeroan juga jijik karena penyakit semua.
Lagian kan bukan cuma Islam yang melarang makan babi. Agama lain malah ada yang melarang makan binatang sama sekali, makanya banyak aliran agama yang mengharuskan atau menyarankan pemeluknya vegetarian. Yahudi aja nggak boleh lho makan babi. Iya, haram.
Atau logika yang lebih pusing lagi, kemarin ada yang komen begini di status teman saya (saya copas):
"Ada orang munafik yg berbuat baik kpd muslim, kemungkinan 1. Menginginkan massa pendukung yg kbtln mayoritas, 2. Mengejar kekuasaan 3. Untuk memecah belah umat (krn ada pihak yg dibikin enak, utang budi) Enggak mungkinlah ahok berbuat baik hanya mengharap pahala dari Alloh azza wa jalla yg jelas2 dia tidak mempercayainya??"
Orang yang tidak percaya Tuhan tidak mungkin berbuat baik?
Terbayang orang-orang yang satu agama dengan pak Ahok mungkin akan geleng-geleng kepala karena mau berbuat baik pun dianggap tidak mungkin? Hanya karena percaya Tuhan yang berbeda?
Apa dia nggak tau banyak sekali orang di dunia ini yang tidak percaya Tuhan itu ada dan mereka tetap berbuat baik demi kemanusiaaan? Berbuat baik dan tidak berharap pahala bisa banget lho. Jadi sukarelawan sana-sini, volunteer sampai ujung Afrika demi bantu orang kelaparan. Dan mereka tidak beragama, tidak terpikir soal pahala.
Saya juga jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang ini tidak mengenal orang baik yang beragama lain? Orang baik yang atheist? Orang baik yang agnostic? Orang baik yang deist?
Sindiran "mainnya kurang jauh" itu jadi makin terasa bukan lelucon lagi. Mungkin memang mainnya kurang jauh jadi cuma tau agama sendiri dan agama yang lagi dibenci orang-orang aja. Agama lain itu kan tidak sesederhana Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Apalagi kalau lihat agama orang-orang sedunia, waduh terlalu sesak kalau agama dan kepercayaan hanya dibatasi oleh enam koridor seperti yang diakui negara kita.
Agama itu banyaaakkk sekali. Alirannya juga banyak. Para pengikutnya tentu merasa agama yang mereka peluk itu benar. Tidak usah saling membantah. :)
*
Sebetulnya, *tarik napas dulu* saya tidak peduli pilihan gubernur kalian siapa. Itu urusan pribadi kalian dengan bilik suara. Pilih gubernur melihat agamanya silakan, pilih gubernur lihat rekam jejak silakan, aliran pemercaya gubernur bukan pemimpin juga silakan.
Yang saya sedih adalah, banyak yang jadi terpancing untuk menghina pemeluk agama lain. Hanya karena satu orang "menghina agama Islam" kemudian jadi pembenaran bagi para pemeluk Islam untuk menghina agama lain. Kan tidak begitu sis dan bro.
Kalian tidak terima ada orang menghina agama yang kalian peluk tapi kalian sendiri JUGA menghina agama lain. Jadi menghina agama lain boleh tapi kalau agama kita dihina kita marah? Itu sama halnya dengan kalian memarahi anak yang merebut mainan dari anak kalian, tapi ketika anak kalian merebut mainan anak lain kalian tidak marahi. Double standard, at its worst!
Seperti pak haji yang teriak akan memberi uang satu miliar untuk yang bisa membunuh Ahok. Kalau an eye for an eye and a tooth for a tooth diambil literal begitu mah banyak orang buta dan ompong di dunia ini, serem dong. Satu orang bunuh orang lain. Keluarga yang dibunuh balas membunuh, balas-balasan membunuh terus sampai manusia punah.
Sungguh agama tidak mendefinisikan manusia.
"Kita bela agama, kalau tidak begini Kristenisasi semakin merajalela!" Oh, bela agama sejak Pilkada kemarin ini bagian dari Islamisasi? Membuat orang ingin masuk Islam kah?
Malah teman-teman non-muslim bertanya:
"Kalau mau jadi ustaz di Islam itu syaratnya apa ya? Kok banyak ustaz share kebencian dan hoax."
...
krik krik
...
NGGAK ADA.
Semua orang bisa jadi ustaz. Self-proclaimed juga bisa, belajar agama dan hafalin ayat biar bisa kutip sana sini maka anda bisa melayakkan diri jadi ustaz. Coba jadi pastor atau pendeta, level yang harus dilalui banyak sekali. Dari sekolah seminari sampai wawancara ini itu. Nggak gampang.
Jadi tolonglah jangan mudah percaya dan mengutip ustaz A ustaz B, pilih ustaz kalian baik-baik karena semua orang juga bisa jadi ustaz.
Eh setelah jadi ustaz malah share hoax. Ceramah di mesjid bawa-bawa partai, bawa-bawa "jangan pilih pemimpin kafir". Suami saya menghitung benar, sejak urusan pilkada ini salat Jumat selalu disisipi unsur politik. Tapi ketika turun ke jalan teriaknya "kami bela agama, ini bukan masalah politik!" Ya gimana, sejak awal urusan agamanya dicampur sama politik kok.
Ibu saya malah terang-terangan diminta memilih satu partai tertentu saat Pilpres lalu! Di pengajian! Saya nggak habis pikir gimana caranya lagi mengkaji Al-Quran terus tiba-tiba pak ustaz bridging ke nama partai.
T______T
Saya tidak bilang semua ustaz seperti itu makanya pilih guru agama kalian baik-baik. Lihat latar belakangnya, belajar agama di mana, sudah belajar berapa lama. Banyak kok ustaz-ustaz yang tidak menyebut diri sendiri dengan sebutan agamis (seperti ustaz, habib, dan lain-lain) tapi justru teduh, damai, dan tentu tidak share hoax apalagi kebencian. :)
*
Kalau sudah begini "pemakluman" saya cuma satu. Umat Islam di negeri ini merasa superior karena agama mayoritas. Jadinya lupa lah pada Pancasila, lupa kalau negara ini bukan negara yang berbasis agama. Bhinneka Tunggal Ika mah lupa, auk ke mana.
Saya jadi khawatir sekali lama-kelamaan isu agama ini melebar dan jadi mengkotak-kotakkan kehidupan sosial lebih parah lagi. Mau belanja ke pasar, nanya dulu agama penjualnya apa? Atau terparah malah dipisahkan pasar muslim dan non-muslim. Install ojek online ditanya agama apa biar sesuai diantarnya sama yang se-agama. Lebay? Kecenderungannya ke sana loh. :(
Padahal hubungan vertikal adalah hubungan yang paling pribadi. Hubungan vertikal itu penting tapi horizontal juga tak kalah pentingnya.
Nggak bisa kita men-judge seseorang taat beragama hanya dari bajunya yang tertutup dan longgar. Nggak bisa juga kita men-judge seseorang kafir hanya karena baju dan celananya ketat. Yang berhak menilai kadar keimanan seorang manusia bukan manusia lain. Ya? Ya.
Apa gunanya pakai atribut agama tapi hati dipenuhi kebencian? Dipenuhi kecurigaan? Merasa paling benar, merasa paling hebat sampai berani menyindir orang yang berbeda kepercayaan.
Ayolah kita hidup damai. Tanpa mengecilkan orang apalagi agama lain. Saling menghargai apapun agamanya, sukunya, rasnya, warna kulitnya. Pisahkan urusan memilih gubernur dengan urusan lain. Karena sungguh, urusan Pilkada ini urusan remeh dibanding perpecahan negara hanya karena kita tak bisa menjaga emosi di dunia maya.
Hidup bersosialiasasi pasti lebih indah kalau saling bahu membahu, saling membantu, saling melihat kebaikan masing-masing dan bukannya terus menerus mencari kejelekan orang lain. Ayo berpegangan tangan kaya di buku PPKN zaman dulu, baju daerah boleh berbeda-beda tapi tangan saling bertaut dan tersenyum mengelilingi bola dunia. :))))
*
Kapan terakhir kali kamu ditanya apa agamamu di dunia ini? Siapa yang bertanya?
-ast-
Setuju banget dengan postingan ini. Sedih perpecahan dan energi negatif dimana mana. Isin share ya mba :)
ReplyDeletesilakan. terima kasih sudah mampir ya :)
DeleteSudah lama sih, Mbak, dan syukurlah ditanya untuk diajak hadir ke masjid karena mau ada pengajian dari ustadz dari Mesir, bukan untuk diskriminasi :)
ReplyDeleteSaya juga sedih sekali loh sama Indonesia akhir-akhir ini. Terlalu banyak kebencian. Sedihnya, bisa jadi ini akan terus berlanjut. Lepas Pilkada ini, masih akan ada banyak Pilkada lain *cry* *cry* Semoga kondisinya nanti bisa membaik.
iya aku takut jadinya berlanjut terus :(((((
DeleteBahwa banyak Muslim yang menjadi arogan karena mayoritas, juga pernah diutarain sama papa mertuaku, who's also a Moslem. Tentang kajian/ceramah dalam shalat Jumat yang malah jadi semacam nyerang yang lain, Adit juga pernah ngalamin. Ternyata diam-diam dia Jumatan hahaha lol. Not abt the pilkada sih. Tapi tentang ajakan nggak usah berteman sama yang bukan Muslim karena kafir karena lalalala. Adit langsung keluar detik itu juga. Kalau kamu yang masuk dalam golongan mayoritas aja nyatanya bisa gerah, sedih, khawatir ini berkepanjangan lalala, kami yang minoritas ini lebih sedih dan takut. Inget kan aku cerita. Ada temen aku di grup yang Muslim. Lalu dia pilih Ahok. Dia jadi dibully dan dikatain itulah akibatnya temenan sama Grace, akibat nyekolahin anaknya nggak di sekolah Muslim, lalala. Lucu buat aku. They created religions to make us lebih diingatkan ttg benar salah, supaya kita lebih tenang, punya pegangan, dll. Tapi betapa agama juga lah yang bikin kebencian bertebaran di mana-mana. Sampai di titik akhirnya aku bisa mulai memahami kenapa banyak orang stop believing in religions and become agnostic or even atheist. Anw, beautifully written.
ReplyDeleteBelum sampai sebulan yang lalu, karena status FB yang saya buat, agama saya dipertanyakan oleh saudara sepupu saya sendiri di FB dengan pertanyaan "Situ Muslim?". Singkat cerita, demi tetap terjalinnya tali persaudaraan, akhirnya saya unfollow saja sepupu saya.:D
ReplyDeleteSedih sih sama orang-orang yang mengklaim sebagai pembela agama, tapi berusahanya dengan menebarkan kebencian. Setau saya Nabi Muhammad SAW tidak pernah memberikan panutan seperti itu. Semoga badai ini cepat berlalu ya. Saya rindu loh, Indonesia yang damai tanpa kebencian antar agama :(
Setuju banget :D
Deletesedih sekali mbak,
ReplyDeleteaku pernah dibilangin sama guru agama "kalo di Al-Quran udah ada, ya jadi jangan memilih pemimpin yang agamanya lain" aku distu miris banget, katanya ada tri kerukunan beragama. dan itu di lingkungan pendidikan :(
THIS. Aku serba salah waktu ditanya anakku agamanya apa. Pengen banget jawab, "Anak saya baru 2 tahun, Mbak. Belum mutusin agamanya apa." Tapi ga berani :( Akhirnya jawab, "Influence dari keluarga sih islam ..." Lalu dibiarkan mengambang sambil nambahin dalam hati: tapi suka-suka anaknya ntar mau milih agama apa.
ReplyDeleteWaktu kuliah di luar dulu, ada aturan di universitasku bahwa ga boleh nanyain apa agama seseorang (misalnya dalam survey2 gitu), atau kalaupun ada yang menanyakan, ga ada kewajiban buat menjawab pertanyaan itu.
Sabar mbaaa... tarik napas dulu... hehehhe
ReplyDeletesetuju banget dengan postingan ini.
Aku sedih banget gara-gara urusan pilkadut yang dicampur agama ini, temen2 (bahkan temen kantor) yg selama ini berteman baik, malah jadi nge-judge, mengkafir-kafirkan, menganggap munafik, ngebully. Nggak cuma di socmed, di grup2 koordinasi kantor pun juga.
Gimana mau menciptakan suasana kerja yang nyaman, coba kalo udah gitu? Cara bergaul di kantor pun jadi berubah, maunya bergaul sama yang satu pikiran aja.
suasana kantor jadi kurang nyaman :(((
Betul.Kita masih belum tahu bagaimana cara berbeda pendapat tanpa membenci. Tapi sebab kenapa2nya panjang, mba. Bisa satu buku sendiri ��. Yang lucu di Amerika juga antar pendukung juga masih ada sisa2 demo dan saling bully. Padahal pemilu sdh lewat. Kira2 sebabnya apa ya? Karakter pemimpinnya yg kurang disukaikah?Ternyata dimana2 kalau sdh xtrem manusia sama saja ya lol..
ReplyDeleteBener banget.
ReplyDeleteAku setuju sama tulisan ini.
Ak gerah di kantor trus di kendaraan umum, oh ini orang pilihnya si X berarti dia bukan muslim,PKI kali. Atau islamnya separo separo.
Ada juga yg mikir "Ih jangan nonton film itu... soalnya si sutradaranya pro X."
Ada apa dengan Indonesia Ku.
Mau pilih siapa itu pilihan jangan terus jadi nge'judge'orang lain seperti itu.
Aku sebel juga campur kesel. Cape dengernya, gimana mau damai kalau berpikirnya seperti itu.
Aku dong ditanya bulan lalu, ditanya nya, kamu islam bukan? Kok dukung ahok? 😂😂😂
ReplyDeleteSetujuuuuu banget sama ka ichaaa ❤❤❤
Aku keluar dari grup WA kesayangan karena ada seseorang yg bilang kalau aksi 212 sudah cukup untuk melihat mana golongan hitam dan mana golongan putih. Dan itu maksudnya, aku masuk golongan hitam. Oke..aku masih sabar.
ReplyDeleteTapi ketika ada yang nyeletuk, "kalau bosnya non muslim, lebih baik keluar," aku udah ngga bisa diem. Ya gimana, bosnya suamiku Tionghoa dan Kristen.
Aku masih nyesek sampe sekarang. :(
Kolom agama di form rumah sakit emang alasannya gitu sih.
ReplyDeleteNgomongin agama, saya sih percaya orang yang taat beragama akan berbuat baik. Agama apapun itu.
Btw, tulisan kak icha ini reminds me sama diskusi teologi jaman kuliah.
terkadang sebagian orang terlalu sibuk mengejar habluminnAllah,, tapi lupaaa kalau didepannya tuh ada HabluminAnnas :)
ReplyDeleteDuh, iya sedih plus ngeri Cha. Kebencian gampang banget tersebar. Udah berkali-kali juga ngingetin baca dulu sebelum share macem macem, atau ngingetin jangan sebar kebencian dsb, tapi ya balik lagi balik lagi. Kayaknya gak bisa banget tetap temenan dan haha hihi walau beda pilihan beda keyakinan ��
ReplyDeleteRindu pengamalan Pancasila. ��
ReplyDeletePengen korek si aja sih kata2 ini "Enggak mungkinlah ahok berbuat baik hanya mengharap pahala dari Alloh azza wa jalla yg jelas2 dia tidak mempercayainya"
ReplyDeleteMaksudnya bukan orang yg gak percaya Alloh gak mungkin berbuat baik. Tp orang yang gak percaya Alloh gak mungkin berbuat baik untuk dapat ridho Alloh, soalnya dia sendiri gak percaya dgn Alloh, mungkin maksudnya kalau pun berbuat baik untuk alasan lain bkn bwt dpt ridho Alloh, gitu.
Dan aku jg sedih karena kok banyak ustad dadakan. Padahal sebenarnya jadi ustad itu ada kualifikasinya. Adikku belajar jadi da'i tp bukan da'i abal2. Tahu gak sih apa yg harus dikuasai da'i sesungguhnya, hafal Al Quran (30 juz itu hrs hafal semua), Hafal Hadist, bisa bahasa Arab dan ngerti stuktur kata di bhs Arab dg baik. Kalau ada ustad dadakan yg ngomongnya ngaco gak heran, karena mereka mungkin belum kuasai smw itu jd aqidahnya melenceng. Kalau mba dengerin kajian salaf, maka mba akan tahu kalau agama Islam justru melarang untuk mencela pemerintah di depan umum. Sayangnya banyak ustad yg selalu mengabaikan poin ini. Rasanya memang nyebelin ketika agama Islam malah jadi tunggangan untuk berpolitik, iya kalau berpolitik dg elegant nah ini kyk gini... Huft. Cuma bisa berdoa aja smg selalu ditunjukan jalan yang lurus.
Setuju banget sama postingan ini.
ReplyDeleteIsu agama di pilkada emang bener2 ganggu sekali, apalagi di grup wa kantor yang banyak broadcast seolah2 agamanya yg paling benar tapi menjelek jelekan agama lain. Nightmare banget orang2 berpendidikan yg gampang kepancing berita hoax dan ustadz gak jelas. Mau diem aja kesel, mau ngebela pak ahok langsung dijudge kafir, pki dll. Terlalu fanatik dengan agama dengan pola pikir yg terlalu cetek pula.
Setuju banget dgn tulisan ini..
ReplyDeleteGara2 bnyknya ujaran kebencian dan hasutan asli merampas energi positif, membawa ketakutan dan kelesuan untuk produktif..
Ijin share mbak. Trima kasih
Nis, laaaaav banget sama tulisannya.
ReplyDeleteGue sendiri nggak inget kapan terakhir ditanya soal apa agamamu. Tapi gue inget banget sampai sekarang masih banyak uztad2 yang kasih ceramah sambil nyempiln pesan yang berkaitan dengan pilkada. Nyokap beberapa kali cerita, uztad di tempat pengajiannya selalu ingetin kalau saat pilkada nggak boleh milih calon non muslim karena kafir. Dosa, en de bre... en de breee.... Sering kali kalau memang sudah benci emang akan jadi buta hati dan buta mata, ya... yang ada malah nebar kebencian. Sedih banget liat kondisi kaya begini.
Andai orang se Indonesia berpikiran seterbuka mbak... Aman damai lah kita.. capek jg saya karena slama bbrapa bulan ini seolah jadi warga negara kelas 2 hanya karena bukan bagian dari mayoritas. Kangen Indonesia jaman dulu deh
ReplyDeleteHai, saya termasuk orang yang sangat tidak setuju dengan tulisan ini karena dalam kitab suci Al Qur'an sebanyak 7 ayat memang mengajarkan untuk tidak memilih pemimpin kafir(Silakan di cek definisi kafir). Jadi, jika ustadz ceramah seperti itu ya memang karena berdasarkan Al Qur'an. Maka dari itu urusan politik tidak bisa dipisahkan dengan urusan agama :)
ReplyDeleteUntuk hal-hal lain seperti menghina pemeluk agama lain(non islam) itu hanya dilakukan oleh sebagian oknum(seperti kasus Ahok menistakan Al Maidah ayat 51). Toh tidak semua yg seagama dengan Ahok menghina pemeluk agama lain kan :)
Hai Mbak, saya selalu senang jika ada yang mengangkat isu seperti ini untuk dibahas. Saya jadi tahu bagaimana pandangan orang lain karena selama ini saya melihat lebih banyak yang intoleran yang bersuara. :(
ReplyDeleteUntuk pertanyaan tentang agama di Rumah Sakit, saya sebagai karyawan rumah sakit mencoba memberikan informasi. Kepentingan untuk tahu agama / kepercayaan atau pandangan spiritual itu kami kaji untuk memenuhi hak sebagai pasien yang dijamin RS yaitu berhak untuk mendapatkan bimbingan rohani dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, sehingga waktu untuk dokter visite dan perawatan lainnya bisa disesuaikan. Selain itu, agar petugas tidak salah memberikan makanan bila ada diet khusus seperti pantangan makanan dsb. Namun jika pasien / keluarga tidak ingin menyebutkan agama / kepercayaannya juga tidak apa-apa karena pasien berhak pula untuk melakukannya terkait dengan data privasi pasien.
Untuk kekhawatiran Mbak tentang agama lain tidak boleh masuk ke suatu rumah sakit, saya kira tidak ada RS di Indonesia yang seperti itu. Walaupun ada nama RS yang "berbau" agama tertentu, namun semua RS di Indonesia wajib terakreditasi oleh badan khusus sehingga pelayanan yang diberikan menjunjung hak pasien dan keluarga yang jika dijabarkan banyak sekali. Ada 18 hak pasien di RS Menurut Undang Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, termasuk memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi sehingga Mbak tidak usah khawatir. Jikalau hal tersebut tidak Mbak dapatkan, Mbak sebagai pasien / keluarga juga berhak untuk mengajukan pengaduan hingga menggugat atau menuntut RS.
Untuk ulasan di atas, saya tidak bisa berkomentar banyak karena saya berada dalam golongan "minoritas" namun saya tetap percaya yang meresahkan kita hanyalah "oknum-oknum berjubah agama" karena saya percaya semua agama mengajarkan kebaikan hanya caranya yang berbeda.
Salam.
saya selalu ingat kelas sosiologi saat diterangkan bahwa religion is the opium of the people, dan yang paling menyedihkan adalah Marx memandang agama sebagai "candu" yang dimanfaatkan oleh kelas penguasa untuk memberikan harapan palsu bagi kelas buruh. Wallahualam, semoga teori ini tidak terjadi di Indonesia
ReplyDeletekeren mba tulisannya.
ReplyDeleteGerah banget memang cha untuk urusan ini.. Di medsos, nyinyir dimana2.. Nyinyir cenderung mengarah ke ungkapan kebencian.. Scrolling timeline jd aja gak sengaja liat.. Ustadz abal2 itu yg mesti banget jangan diikutin.. Sampe gak habis pikir kok bisa sebutan itu ada di orang yg malah pikirannya sempit dan gak bagus kata2nya, ceramah penuh marah.. Iya sih skrg cari guru agama emang mesti yg bener, yg bikin kita beragama lbh sayang Tuhan dan sesama bukannya malah memupuk benci.. Sedih banget, sediiih banget liat org2 kita kayak begini.. Gemees :(
ReplyDeleteSetuju banget dengan isi postingan ini. Bunda juga gemes tapi gak bisa berbuat apa-apa dan tak kuasa menulis komentar apapun. KZL banget, bukankah Islam itu mngajarkan kita untuk bisa hidup berdampingan dengan agama apapun sejalan dengan kebinekaan bangsa Indonesia. Tapi ke sininya bahkan kebencian itu semakin dipupuk. Semoga Allah membukakan hati mereka yang menjadi idola-idola kaum muda Muslim. Aamiin. Tentang ada gaknya yang menanyakan tentang agama kepada bunda sungguh bunda sudah lupa, kecuali ketika mengisi formulir asuransi etcetera dimana ada kolom "AGAMA:. Nice posting, Annisa.
ReplyDeleteYang terakhir nanya ya? Hmmmm....
ReplyDeleteWah lupa, tapi kyknya sih yang paling terakhir nanya Malaikat, lengkap ntar, yang pasti sih ntar juga ditanya apa kitabku, berani gak ya mulutku bilang dengan tegas kitabku Al-qur'an
ahahha aku pernah denger temen sebelah nanya soal 'agamanya apa?' ke temen sebelah lagi. kan geli...
ReplyDeleteKemarin teman cerita dia denger ibu2 di kompleknya bergosip, katanya ga usah lagi beli sayur di tukang sayur X karena X non muslim. Ya ampuun.
ReplyDeleteSaya setuju sekali dengan postingannya mbak. Entah kenapa Indonesia makin kesini jadi makin brutal. Makin gak terkendali soal agama. Jika Indonesia berubah seperti negara Arab yang begitu di elu elu kan sebagian pemimpin Muslim, lalu Indonesia ini apa? Apakah kebudayaan, pancasila, UUD itu gak berarti???
ReplyDeleteDi situ saya ingin menangis
saya terakhir ditanya agamanya apa pas daftar senam yoga dekat rumah(Depok)..
ReplyDeletesy dtg pas kelas mau mulai jadi dipersilahkan langsung ikut dan setelah selesai baru diminta isi formulir dan membayar biaya bulanan.
Dlm form tersebut ada kolom agama trus sy isi katolik. Sambil heran jg sih koq pake ditanya agamanya apa.
Trus instrukturnya lngsung kaget dan berseru gtu.. "Duhh maaff ya mba disini khusus muslimah,kan ada tulisannya di spanduk depan" trus uang sy dikembaliin deh.
Hihi..sy betul2 gak tau kirain definisi muslimah itu khusus perempuan jadi laki2 gak boleh masuk.
Akhirnya pas mau lulur kesalon dkt mal cinere ud terlanjur masuk dan lihat list harga baru liat dibawahnya ada tulisan salon muslimah. Buru2 sy tanya agama lain boleh gak, takutnya sy ud terlanjur buka baju disuruh keluar haha..
~Erika
Baru sekarang baca post yang ini and its really hit the spot. Personally, I choose to be a deist. I do believe in good, tapi entah kenapa agama yg diakui di Indonesia kita tercinta ini gak ada yg sreg ke saya. Ditambah dengan isu-isu SARA di Indonesia bikin saya makin kecewa. Karena itu, saya bertekad buat ngajarin anak buat selalu berusaha berbuat baik, tanpa berpatokan agama. Terserah mereka besok mau pilih agama apa pun atau tak beragama (yg ini emaknya gak terlalu setuju sih. haha..).
ReplyDeletesorry for the pointless ranting.
Salam kenal. Saya menulis tentang hal ini banyak di FB (waktu jaman hot2nya masalah Ahok). Dimusuhin di grup WA keluarga dan teman sampai akhirnya keluar dari grup karena nggak nyaman. Saya juga sama mbak, cuma ingin suasana tenang dan nyaman meskipun banyak perbedaan.
ReplyDelete